Beberapa hari ini saya lagi seneng-senengnya nonton Indonesian Idol.
Meski namanya Indonesian Idol, ada kata “Indonesia”, tapi entah kenapa lagu
yang dinyanyikan kebanyakan adalah lagu barat. Saya tidak akan mengomentari hal
itu, karena memang bisa jadi, kiblat musik Indonesia saat ini adalah
penyanyi-penyanyi barat. Lagu-lagu barat dianggap memiliki kesulitan yang jauh
lebih sulit dari lagu-lagu Indonesia, mungkin hal itu juga yang membuat
Indonesian Idol memperbolehkan kontestan untuk menyanyikan lagu barat.
Logikanya jika menyanyikan lagu dengan tingkat kesulitan tinggi saja bisa,
pasti untuk lagu yang tingkat kesulitannya mudah pasti lebih jago. Mungkin!
Dari ajang pencarian bakat tersebut, bukan panggung spekta yang saya
sukai, namun lebih pada proses audisi. Banyak sekali peserta audisi yang
memiliki tingkat kepercayaan dirinya yang lebih dari kemampuan vocalnya. Dan
itulah yang membuat saya merasa salut dengan orang-orang seperti itu. Dari
sekian banyak peserta yang mengikuti audisi, hanya satu yang membuat saya
tergugah untuk menulis catatan ini. Peserta itu bukanlah peserta paling
kinclong seperti Windy dan Miranti, bukan pula peserta yang ganteng dan
memiliki musikalitas tinggi seperti Ubay, bukan juga penyanyi-penyanyi yang
memiliki kualitas vocal yang mumpungi dan didukung dengan paras yang ganteng
dan cantik pula. Peserta audisi yang saya maksud adalah peserta dari kalangan
pengamen. Mungkin yang tidak mengikuti perjalanan audisi Indonesian Idol bisa
cari di yuotube dengan keyword “Pujianto peserta audisi Indonesian Idol 2014”.
Pujianto adalah seorang musisi jalanan (sebutan bagi seorang pengamen) dengan gaya
khas bersiulnya, yang seperti orang yang tidak bersiul karena dia hanya diam
tapi suara siulan berasal dari dalam mulutnya.
Pujianto adalah seorang pengamen, dan saya rasa motivasi dia ikut
bukanlah untuk menjadi the next Indonesian Idol seperti peserta audisi lainnya,
hal itu bisa terlihat dari raut wajahnya ketika semua juri bilang “No!”, namun
tidak ada raut kekecawaan di wajahnya. Dia hanya ingin show off bahwa dia bisa
bernyanyi, dan pada saat itu ia menyanyikan lagunya sendiri yang sangat
meng-Indonesia. Lagu dengan iringan musik sederhana, hanya dengan gitar dan
sesekali dengan siulan khasnya. Lagu yang berisi tentang gambaran Indonesia
yang terdiri dari banyak pulau, suku agama namun bisa rukun sentosa.
Pujianto bisa jadi hanya seorang tukang parkir dan terkadang juga
mengamen, namun dia punya keberanian untuk menunjukan kepada Indonesia, bahwa
karyanya layak untuk dipublikasikan, tentu dia paham bahwa Indonesian Idol akan
ditayangkan di telivisi nasional. Terlepas dari sosok Pujianto yang sederhana,
saya juga pernah memiliki pengalaman dengan pengamen. Pengamen atau bisa dibilang
dia adalah musisi jalanan, karena ada juga artis yang sekarang sudah sering
seliweran di layar kaca, dan dulunya adalah seorang pengamen, sebut saja Tegar
seorang penyanyi cilik, Aris juara Indonesia Idol yang suaranya mirip Charli
Setia Band. Mereka memulai karir dari jalanan, dari lampu merah perempatan,
dari bus ke bus bahkan dari pasar ke pasar, serta dari rumah ke rumah.
Musisi jalanan atau pengamen adalah mereka yang show setiap hari tanpa panggung,
tanpa sorotan kamera apalagi make up. Suara mereka natural, karena ada juga
pengamen yang bagus suaranya, dan yang membedakan antara pengamen dan penyanyi
professional saat ini adalah, pengamen tidak pernah lipsing, dan nyanyinya
eceran karena bayarnya juga recehan. Maksudnya nyanyi secara eceran adalah
pengamen tidak pernah atau sangat jarang menyanyikan lagu secara full,
terkadang hanya reff-nya saja.
Pernah suatu hari waktu saya sedang asyik nonton televisi di rumah yang
kebetulan lagi sepi, ada suara pengamen dan berhubung tak ada uang receh, saya
kasih uang satu lembar seribuan dan ketahuan oleh bulek, dan apa yang terjadi?
Saya dimarahi, entah kenapa saya dimarahi hanya karena uang seribu rupiah yang
saya berikan kepada pengamen. Di lain hari saya juga pernah kedatangan
pengamen, waktu itu di laci sudah tersedia uang receh, kemudian saya kasih satu
koin lima ratusan, dan apa yang terjadi? Tidak seperti pengamen lainnya yang
akan pergi ketika sudah menerima uang, namun tidak bagi pengamen saat itu.
Meski hanya lima ratus rupiah yang ia dapatkan, ia tetap menyanyikan hingga
lagunya selesai. Kemudian saya amati lagi ketika dia sedang show di tetangga
sebelah, ternyata sama, meski hanya uang receh yang ia dapatkan tapi tetap
menyanyikan lagu sampai selesai. Mungkin dia bukanlah pengamen biasa, tapi
sudah menjadi pengamen professional. Mungkin juga dia sudah menciptakan lagu
sendiri meski dengan lirik dan iringan musik yang sederhana.
Sekarang coba dibandingkan dengan artis sekarang, mana mungkin mereka doyan
dengan uang recehan. Namun saat show apa yang terjadi? Mereka menipu pemirsa
dengan gaya yang seperti orang nyanyi padahal mereka hanya lipsing. Memang
tidak semua artis atau penyanyi lipsing, terutama artis-artis senior yang sudah
jatuh bangun hanya untuk nembus label rekaman ternama agar karya-karya bisa
dipublikasikan ke masyarakat luas, mereka tidak mau menjatuhkan kualitas mereka
dalam bermusik dengan lipsing saat show.
Pada intinya, meski dia hanya show dari jalan ke jalan, dari rumah ke
rumah, dari warung ke warung dan hanya mengumpulkan uang recehan, namun mereka
bernyanyi dengan kejujuran atau dengan kata lain tidak lipsing.
Dan sebagai akhir catatan ini, semoga bermanfaat J