Pejuang Skripsi
“Sebuah catatan seorang mahasiswa yang ingin
lulus dari cobaan di dunia perkuliahan”
Sang Pejuang skripsi
Sang
pejuang skripsi, iya nama yang sangat arogan dan sangat membakar semangat bagi
mereka yang niat mau cepet lulus kuliah. Tapi jangan salah, cepet lulus kuliah
bukan berarti cepat nikah. Karena jaman sekarang, ini sudah jarang calon mertua
yang doyan ama ijazah Strata satu atau gelar sarjana kita. Sekarang calon
mertua lebih mementingkan kepribadian si calon mantu, misalnya penghasilan
pribadi, rumah pribadi (bukan masih ngontrak apalgi kos-kosan), serta mobil atau
kendaran pribadi bukan kendaraan bersama macam angkot. Hehehehe
Pejuang
skripsi terinspirasi dari salah satu dari bio di twitter teman saya yang kebetulan
secara nggak sengaja kepencet iseng-iseng kepoin akun twitternya eh, malah ada
kata-kata tentang pejuang skripsi. Mungkin dulunya dia ingin menjadi pahlawan
di medan perang buat ngusir penjajah, berhubung penjajah udah nggak ada mungkin
sekarang dia baru sadar, bahwa penjajah sekarang bukan berasal dari bangsa luar,
melainkan penjajah yang sesungguhnya saat ini berasal dalam diri kita, yaitu
rasa malas. Jadi mungkin pejuang skripsi adalah sebuah pahlawan melawan penjajah
yang bernama “rasa malas” dalam dirinya selama dia mengerjakan skripsinya,
karena baru saya sadari bahwa mahasiswa tingkat akhir yang lagi ngerjain
skripsi kalo malas nggak bakalan selesai thu skripsi, kalo nggak percaya coba
aja, jangan ding kasian dosennya kalo kelamaan lihat muka kalian di kampus,
bisa-bisa malah dikira jadi penunggu kampus.
Pejuang
skripsi adalah kerjaan iseng-iseng saya sebagai pengisi waktu luang selama
menunggu hasil revisian dari dosen pembimbing. Semua catatan ini saya ketik
huruf demi huruf yang tertata rapi membentuk kalimat-kalimat yang sedikit enak
dibaca, karena banyak muntahnya kalo baca ini (kenapa masih baca? yaudah
terusin baca aja kalo kalian maksa buat baca ini terus, jangan lupa siapin
cemilan, hehe J) semua yang
tulis hanya keisengan saya selama menjadi mahasiswa tingkat akhir di salah satu
perguruan negeri (harus banget ya pake kata universitas negeri?) yang lagi sok
sibuk ngerjain skripsi. Dan insyaAllah endingya sampai saya menjadi sarjana dan
doakan agar saya konsisten tetap nulis kejadian saya sehari-hari. Hahaha
(terima kasih buat yang ngaminin, buat yang nggak ngaminin saya ucapkan matur
nuwun *sama aja dong).
Pejuang
skripsi ini berawal dari yudisium semester tujuh, mengapa semester tujuh? Karena
penulis baru pengen nulis pas semester tujuh, maklum uda 7 semester jadi anak
rajin jadi fokus dulu sama kuliah. Dan terus kenapa sekarang nggak sibuk
ngerjain skripsi? (siapa juga yang nanya, hehehe) selama nulis ini saya tetep
ngerjain skripsi dan pada saat saya mulai nulis ini saya sudah mulai bab 2,
maklum sisa-sisa kerajinan saya (baca anak yang rajin) masih tersisa di
semester ini (mulai sombong). kembali lagi (mulai serius lagi) pejuang skripsi
akan bercerita sedikit mengenai
pengalaman mengerjakan skripsi beserta kelucuan, suka duka (meski belum nemui
sukanya, tapi pasti ada sukanya dan banyak dukanya), dll *dan yang lain lupa
maksudnya.
Selamat menikmati cerita saya, salam lulus
buat kalian para mahasiswa pejuang skripsi.
Yudisium semester 7
Sudah
sekitar tiga setengah tahun lebih saya bergulat dengan materi kuliah, bagadang
demi segelintir lembar tugas kuliah dan demi jajaran huruf yang bernama nilai.
Sudah yang ketujuh kalinya saya menerima lembaran-lembaran, tapi sayangnya
bukan duit, tapi bernama KHS alias kartu hasil studi selama beberapa semester.
Semua perjuangan ini akan ditutup dengan tugas suci bagi para mahasiswa yang
ingin menyelesaikan studinya dengan cepat pastinya, kalo pun ada yang lama
selesai salahkan bapak yang terlalu banyak memberi uang saku jadinya anak nggak
mau ngelarin kuliah karena takut uang jajannya berkurang.
Semester
tujuh bukanlah semester yang krusial menurut saya, karena berdasarkan riset
yang saya lakukan dengan satu nara sumber, kebetulan saya sendiri juga yang
menjadi responden, semester tujuh ibarat malaikat penyelamat, penyelamat IPK
tentunya, karena rata-rata IP semester tujuh berada dalam zona cumlaude jadi
nggak heran kalo pas semester tujuh KHSnya pada di laminating terus dikasih
figura, maklum buat pamer ama anak cucu. Saya sendiri juga merasakan hal yang
sama bahwa IP semester tujuh saya 3,56 bro. Untuk pertama kalinya saya pamerkan
ke orang tua saya terutama ibu saya, dan hasilnya sangat signifikan uang jajan
saya mengalami kenaikan sebesar 25 persen perbulannya. Gimana pengen coba juga???
Selesai
yudisium sebagai pelampiasan saya habiskan waktu liburan saya semaksimal
mungkin tanpa satu haripun bergumel dengan dengan materi-materi kuliah. Liburan
bagi mahasiswa seperti lepas dari penjara perkuliahan, jadi tidak heran kalo
habis liburan langsung lupa semua materi kuliah semester lalu.
Semester
tujuh juga merupakan semester akhir mengambil materi kuliah untuk mahasiswa
yang rajin seperti saya (sombong dikit) karena untuk beberapa mahasiswa yang
sedikit malas semester tujuh adalah ajang untuk make-up mata kuliah, meski pada
dasarnya hanya sebagai modus untuk mendekati adik tingkat, terus kerja
sampingannya adalah kuliah untuk memperbaiki nilai.
Namun
bagi saya semester tujuh adalah masa penghabisan materi kuliah, jadi untuk
semester delapan saya ambil full 6 sks dengan satu mata kuliah yaitu tugas
akhir yang bernama skripsi. Ada satu alasan saya tidak mengambil make-up atau
perbaikan pada semester delapan ini, bukan berarti nilai saya bagus-bagus nggak
ada C nya, sebenarnya masih ada beberapa nilai C namun saya anggap itu sebagai
masa lalu kelam saya, karena saya sudah move
on jadi yang lalu biarlah berlalu
dan saya buka lembaran baru bernama skripsi J
Mulai akrab dengan kata skripsi
Selama
liburan semester tujuh, ada segelintiran umat mahasiswa yang tidak mau
menghabiskan liburan dengan banyak bermain. Mereka sudah mengambil skripsi
sejak semester tujuh, jadi tidak heran jika liburan mereka seperti hanyalah
mitos belaka, covernya aja yang liburan tapi kesehariannya mulai disibukan
dengan mencari bahan buat tugas suci bernama skripsi.
Tongkrongan
semester satu sampai tujuh mungkin hanya dikantin dan di loby sambil sok-sokan
ngerjain tugas padahal asyik dengan jejaring sosialnya. Jika ke perpus itu pun
cuma karena ingin ngadem dan kepaksa karena bahan tugas kuliah nggak ada di google.
Sedikit
demi sedikit kebiasan nongkrong itu berubah yang mulai dari kantin menjadi di depan
ruang dosen sambil nunggu sang dosen pembimbing. Dan saya sangat salut kepada
mereka yang rajin menungggu meski sering di PHP-in, itu semua bukan Karena
setia dengan dosbing-nya karena tuntutan pengen cepet lulus.
Saya
mulai mengakrabkan dengan dunia perpustakaan dengan cara ngadem dulu diperpus
terus sampai ketiduran kemudian bangun-bangun keluar dari perpus muka udah
lecek kaya tampang kelelahan secara otomatis orang yang baru liat saya jadi
sangat prihatin dan sangat kagum dengan saya dari pagi hingga sore ampe lecek
ni muka di dalam perpustakaan karena ingin cari materi skripsi, padahal di
dalam cuma tidur. Tapi semua itu bukan
berarti nggak ada hasil, namun setidaknya saya tidak alergi yang namanya
perpustakaan.
Setiap
hari saya lalui dengan nongkrong di perpus tanpa hasil kecuali pegel-pegel karena
tidur dikursi. Semakin hari saya mulai akrab dengan tumpukan-tumpukan skripsi
di rak perpustakaan, meski belum ada niat buat ngerjain tapi setidaknya kata
skripsi uda terekam dialam bawah sadar.
Semakin
hari suasana kampus mendadak aneh semua teman seangkatan menjadi perhatian sama
temen-temen seperjuangan. Dan anehnya semua memiliki pertanyaan yang sama
“Sudah sampai Bab berapa?” Semua kalimat yang mudah diucapkan dan sangat sulit untuk
dijawab oleh kaum mahasiswa tingkat akhir. Dan semua berkreasi dengan jawaban
mereka dari pertanyaan simple itu, sebagai mahasiswa psikologi saya bisa
menebak apa yang sedang terjadi dengan skripsinya, dan dari sepuluh jawaban ada
9 jawaban yang meleset atau dengan kata lain tebakan saya benar hanya satu,
itupun karena kebutulan aja, hehehe, Misalnya jika ada yang menjawab dengan
kata-kata “baru bab 2 nih, doain semoga diberi kemudahan ya?” ini menunjukan
bahwa mahasiswa tersebut tidak mengalami masalah selama skripsian, jika
jawabannya “Bab...blas (baca bablas) itu menujukan bahwa mahasiswa itu hampir
frustrasi Karena sering di PHP dosbing, kemudian jika ada yang tidak menjawab
atau diam seribu bahasa, itu artinya dia belum dapet judul, Atau masih galau
dengan tema skripsinya, hehehe J dan itu semua juga sudah pernah saya alami,
Sudah Mulai Tobat
Hari-demi
hari dikampus saya lalui dengan cuma nongkrong nggak jelas hingga suatu ketika
saya mulai tersadar bahwa apa yang saya kerjakan adalah sesuatu tidak ada
gunanya, judulnya aja seminggu full rajin ngampus namun tidak ada perkembangan
dengan tugas akhir saya. Jangankan sampai dengan mengerjakan Bab satu tema
untuk skripsi pun aku belum punya. Hingga pada akhirnya saya mulai mencari-cari
tema yang pas dan mulai mencari jurnal pendukung, yah meski semua jurnal hanya
saya baca abstraknya saja, namun cukup memberi pencerahan mengenai apa itu
skripsi.
Saya
mulai merenung bahwa jika saya terus begini pasti kuliah saya tidak akan kelar
dan saya harus berubah, bukan untuk berubah menjadi super hero macam iron man maupun super man atau super mie sekalian,
namun saya harus mengubah pola pikir saya bahwa saya tidak akan menjadi apa-apa
ketika saya hanya memutuskan untuk diam.
“Saya tidak
akan menjadi apa-apa ketika saya memutuskan hanya untuk diam”
Btw
kenapa untuk yang ini sudah mulai melo-melo gini??? Yaiyalah lo liat aja
judulnya aja sudah mulai tobat, jadi jangan pada pingsan kalo bagian ini saya kasih quote segala, apa lagi kalo nggak buat kita semua biar nggak hanya
cuma diem dan terus bermimpi, karena nggak bakalan terjadi kalo kita cuma diem
aja, terus bangun tidur kita sudah akan wisuda, itu nggak mungkin. Dan skripsi
juga nggak bakalan selesai kalo Cuma di pikirin, lulus nggak pusing iya.
Sebenarnya intinya dikerjain, karena selama kita ngerjain otomatis kita juga
akan berpikir, setuju? Setidaknya kalo pusing ka nada bekasnya, kalo dikerjain
itu.
Mulai mengajukan judul
Setelah
mengalami beberapa kali pertapaan dan perenungan yang dalam saya memutuskan
untu mengajukan judul saya kepada koor skripsi. Karena memang begitulah prosedur mengajukan judul skripsi, dan saya
hanya mengikuti apa kata teman saya saja, maklum saya masih awam dengan dunia
yang seperti ini. Sebelum mengajukan judul saya sudah dirasuki dengan perasaan
yang ragu dan grogi, bibir pecah-pecah, panas dalam dan susah buang air besar, akhirnya saya tunda lagi karena saya agak
cemas, karena saya takut kalo pas cemas saya kebelet boker broo, hahahaha
Akhirnyas
saya bertanya dengan teman seperjuangan, tentang apa aja yang dibutuhkan ketika
mengajukan judul skripsi, dan jawaban teman saya macam-macam pula. Ada yang
menyerankan membawa bakso biar lancar, terus ada yang bilang juga harus bawa
nyali dobel biar nggak muntah waktu dibrondong pertanyaan, namun saya ikut
saran teman saya bahwa jika ingin mengajukan judul harus nekad. Hadapi aja yang
terjadi, paling kalo salah cuma diusir, hahahaha
Dan
benar judul saya di tolak, karena udah terlalu banyak, dan dianggap jadul
mungkin.
****
Setelah
melalui sebuah meditasi yang panjang (baca tidur) akhirnya pikiran menjadi
fresh lagi, dan saya mulai googling untuk mencari materi agar saya keliatan
kompeten dengan tema penelitian yang akan saya jadikan sejarah dalam kelulusan
saya. Keesokan harinya saya beranikan diri untuk mengajukan judul saya.
Ternyata sebelum mengajukan judul saja perlu perjuangan yang panjang karena
masih ada anak bimbingannya yang lagi ngantri mau curhat mengenai skripsinya
(konsultasi) Dan saya juga harus antri, semakin banyak yang antri semakin
membuat saya menjadi deg-degan (deg-degan itu tanda kalo saya masih hidup).
Setelah pada giliran saya, saya langsung ditanya ada keperluan apa, dan saya
jawab dengan suara pelan bahwa saya akan mengajukan judul skripsi, ada sekitar
3 judul yang saya ajukan. Dan apa yang terjadi? semua judul ditolak karena dianggap tidak relevan dan saya
diarahkan kepada dosen muda untuk diajak berdiskusi, dan apa yang terjadi? saya
tambah bingung karena mungkin beliau adalah dosen baru jadi masih sangat amat
kritis dan saya disuruh untuk mencari-cari lagi judul yang relevan.
Setelah
beberapa hari, saya udah mulai buntu dengan judul apa yang harus saya ajukan
untuk penelitian saya, hingga akhirnya saya curahkan semua apa yang ada
dikepala saya. Dan apa yang terjadi? nggak tahu apa itu karena tanggal muda,
saya dikasih alternative beberapa judul kira-kira ada 3 judul, dengan senang
hati saya terima dan saya pilih satu yang saya anggap menarik.
Dan
saya semakin yakin bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan, hal itu saya
alami sendiri bahwa sesuatu yang sudah saya perjuangkan meski tema skripsi saya
sedikit melenceng tapi setidaknya subyeknya tetep sama, dengan kata lain semua
variabelnya diganti heheheh J
Akhirnya
semua perjalanan saya di dunia maya (baca googling) terbayar sudah dengan
fixnya judul saya meski diawali dengan penolakan tapi itulah skripsi, terkadang
dalam hidup juga begitu, sekarang mungkin kita sedang ditolak oleh cewek yang
menurut kita adalah cewek yang terbaik, mungkin itu justru karena bukanlah
cewek yang terbaik, lagian itu kan menurut kita, ingat apa yang menurut kita
baik, belum tentu baik menurut Allah, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
terbaik bagi hambanya, bukankah pacaran itu nggak baik? << kata ustadz
Felix. Jadi Allah masih sayang ama kita biar terhindar dari dosa zina kecil,
karena sebaik-sebaiknya pacaran kan pacaran setelah menikah jadi ditolak jadi
pacar nggak papa? Mungkin dia tidak menolak untuk dijadikan istri/suami. Eits
kenapa aku jadi ngomong ke situ,duhh khilaf aku, sory ya sengaja, hehehehe J
Mencari Pembimbing Skripsi
Judul sudah dapat lampu hijau dari bagian koordinator
skripsi, barulah petualangan mencari guru sebagai pembimbing agar tidak
tersesat selama mengerjakan tugas suci bernama skripsi. Mencari dosen pembimbing seperti mencari guru
spiritual, karena selain membimbing mengerjakan skripsi juga akan membimbing
mahasiswanya agar tetap konsisten mengerjakan skripsi serta sedikit member
pertolongan kepada kita, pada saat sidang tentunya.
Sebelum saya memutuskan untuk
dibimbing oleh dosen siapa, saya terlebih dahulu mengobrol dengan teman-teman
mengenai siapa saja dosen yanhg enak untuk dijadikan pembimbing agar saya tidak
semakin tersesat dalam mengerjakan skripsi. Baru kemudian dari beberapa nama
yang saya seleksi, akhirnya saya meumutuskan pembimbing satu dan dua.
Proses mencari pembimbing satu dan
dua bukanlah hal yang sulit, namun baru saya sadari bahwa kedua pembimbing,
baik pembimbing satu dan dua, keduanya memiliki sifat yang berbeda, jika
pembimbing satu sulit ditemui karena kesibukan beliau, lain halnya dengan
pembimbing dua yang sangat mudah untuk ditemui, dan sekali konsultasi biasanya
langsung dikoreksi sehingga tidak perlu proposalnya menginap terlebih dahulu.
Perbedaan kedua pembimbing skripsi saya bukan lah perbedaan yang prinsip
sehingga jalan kedepannya tidak akan menemui perbedaan pendapat dalam membimbing
skripsi saya, dan itu salah satu mengapa saya lebih memilih beliau berdua untuk
menjadi pembimbing saya. Dan waktu saya temui satu persatu beliau keduanya
sama-sama mau untuk menjadikan saya sebagai anak bimbingannya. Akhirnya lega
rasanya.
Dan pesen terakhir dari dosen saya
adalah satu “Ndang garapen, Ndang lulus” artinya segera kerjakan , maka kamu
akan segera lulus.
Start skripsi
Pembimbing
satu dan dua yang menurut saya ibarat guru spiritual dalam mengerjakan skripsi
sudah fix, dan kini tinggal memulai mengerjakan skripsi. Mengerjakan skripsi
dimulai dari niat dan diakhiri dengan wisuda.
Pertama
yang saya laukan adalah mulai niat dulu mengerjakan skripsi, kemudian target
saya adalah mengerjakan BAB 1 terlebih dahulu, ow iya untuk pembimbing dua saya
lebih suka bimbingan per-BAB sedangkan pembimbing satu langsung berujud
proposal atau BAB 1, 2, dan 3. Saya mulai mengerjakan BAB 1, target mengerjakan
BAB 1 ini selama seminggu karena harapan saya tiap jumat, sesuai jadwal
bimbingan saya, saya harus maju agar segera direvisi lagi. Awalnya berjalan lancar
seminggu sekali bimbingan namun hal itu tidak bertahan lama karena seiring
dengan perubahan mood yang semakin tak menentu.
Hamper
5 kali saya bimbingan untuk BAB 1, kenapa lama? Karena untuk BAB 1 Ini
benar-benar kemampuan menulis sangat diuji, artinya tulisan-tulisan tersebut
harus mencerminkan latarbelakang mengapa saya akan melakukan penelitian itu. Selain
hanya berdasarkan teori juga harus menampilakn realita atau fenomena yang
terjadi sekarang ini, sehingga penelitian akan terkesan fresh from the oven.
Bab
1 setelah bimbingan lima kali baru di acc dan saya harus mulai melanjutkan BAB
2, mengerjakan BAB 2 hanya sekedar mengumpulkan teori-teori yang berasal dari
beberapa buku. Kesulitannya adalah harus menemukan buku-buku tersebut, jadi
tidak heran jika dalam seminggu bisa 3 ato 4 kali pinjam buku perpustakaan.
Dan
kunci mengerjakan skripsi hanya satu yaitu:
“Kerjakan!”
Revisi, Revisi, Revisi!
Revisi,
kata yang selama ini tidak asing lagi dalam benak saya, kenapa skripsi itu ada?
Karena kesempurnaan mengerjakan skripsi hanya miliki dosen pembimbing, kerjaan
mahasiswa tidak ada yang sempurna, sehingga masih perlu ada revisi.
Revisi seperti menjadi makanan
sehari-hari bagi mahasiswa skripsi seperti saya ini. Dan skripsi pula sudah
menjadi alasan mengapa saya harus begadang. Begadang adalah kegiatan rutin saya
sebelum maju bimbingan, entahlah sepertinya mengerjakan tugas satu hari sebelum
deadline adalah hal yang mampu menciptakan kekuatan yang sangat besar. Sebenarnya
ini tidak baik karena hasilnya pun juga akan kurang maksimal, namum lagi-lagi
kebiasan sudah sulit untuk diubah.
Kembali ke masalah revisi. Revisi
sudah bukan menjadi sesuatu yang aneh, namun sudah menjadi kewajiban mahasiswa
skripsi agar proposal segera di acc untuk maju seminar proposal. Namun sehabis
bimbingan seperti ada saja yang masih harus direvisi, lagi, lagi, dan lagi. Sepertinya
memang sudah menjadi tempat salah sebagai mahasiswa karena yang paling benar
itu cuma ada tiga pertama dosen, kedua pembimbing dan yang terakhir adalah
penguji, sedangkan kita adalah pelaku sekaligus korban, hahaha kita yang
bersalah, kita yang harus merivisi dan kita pula yang capek dan pusing.
Tak perlu merisaukan revisian,
jadikan revisi sebagai teman terdekatmu, jadikan dosen pembimbing sebagai
malaikat penolongmu dan jadikan perpustakaan sebagai sandaran skripsimu.
#halah.
Ketika harus selingkuh dari skripsi
“Konsisten dalam mengerjakan
skripsi” kata itulah yang sekarang menempel di dinding kamar saya, iya kata
yang ditulis tebal itu semacam alarm pengingat kepada saya agar tetap konsisten
dalam mengerjakan skripsi. Dan apakah hal itu efektif? Awalnya sangat efektif,
saya mulai taat dengan tulisan “Konsisten dalam mengerjakan skripsi”. Namun
kata tersebut seakan luntur dari bayang-bayang kepala saya. Kata-kata itu sekan
sudah lepas dari dinding kamar padahal jelas-jelas masih nempel, namun seakan
tak ada makna lagi. Kata itu seakan hanya coretan yang tak memiliki arti. Hal
itu hanya masalah sepele, yaitu uang.
Ketika niat awal untuk konsisten
dalam mengerjakan skripsi sudah luntur karena masalah uang, hal ini seperti
uang sudah menjadi pemain utama sedangkan skripsi? Hanya sekedar pemain figuran
yang dikerjakan ketika ingat saja. Kenapa hal itu bisa terjadi? Hal itu bermula
dari tawaran salah satu teman saya untuk menjadi tim survey dalam sebuah penelitian, tentu ada bayarannya. Bayarannya
lumayan besar menurut saya, sehingga saya terima tawaran tersebut, karena bisa sekalian
menambah pengalaman. Tapi ada yang saya kurbankan juga, dan korbannya adalah
skripsi.
Menurut saya ini adalah pilihan dan
setiap pilihan ada resikonya, saya memilih ikut survey dan salah satu resikonya
adalah saya jadi tidak seperti dulu lagi yang sangat perhatian dengan skripsi
saya. Iya, saya selingkuh dari skripsi.
Selingkuh dengan skripsi ternyata
menyenangkan tapi banyak juga sedihnya, karena ketika saya mulai aktif lagi,
ternyata sudah banyak dari teman-teman saya yang selesai sidang, iya mereka
sudah lulus dan sibuk dengan kesibukan barunya. Disaat saya masih sibuk nyari
dosen mereka telah sibuk mencari pekerjaan, inilah sebuah risiko yang harus
saya jalani karena selingkuh dari skripsi.
selingkuh
itu indah, ternyata itu hanya berlaku dalam sebuah lagu, dan tidak berlaku bagi
kita yang menjalankan tugas suci bernama skripsi. Kalo kita bisa selingkuh dari
yang namanya skripsi padahal sudah jelas bagi mahasiswa tingkat akhir skripsi
adalah tugas yang sejatinya kewajiban yang harus diselesaikan untuk
merampungkan kuliah, kenapa kita tidak bisa selingkuh dari semua bentuk
kesenagan kita kemudian berselingkuh ke ksripsi saja? Paling kita semua jadi
gila karena diombang-ambing dari semua bentuk PHP dari dosen pembimbing. Iya
dosen terkadang PHP kelas wahid, ditunggu dari pagi hingga siang tidak kunjung
datang, tapi pas tidak ada perlu malah sering banget nongol. Pernah suatu
ketika saya sedang menunggu dosen pembimbing dan saya tunggu sudah hampir 2 jam
kebetulan beliau lagi nguji, dan ketika saya merasa haus saya pergi ke kantin
untuk membeli air mineral, dan apa yang terjadi setelah saya selesai membeli
minuman? Mobil dosen pembimbing saya sudah menghilang entah kemana, ternyata
beliau sudah pergi meninggalkan kampus. Dosen pembimbing harus tidak boleh
lepas dari pandangan karena lenggah sedikit saja, langsung hilang entah kemana.
Proposal sudah jadi dan harus ganti variable
Setelah
sekian lama lembur dengan ditemani segelas kopi pait dan dengan beberapa
cemilan, proposal pun jadi. Bab 1, 2 dan 3 sudah selesai sudah. Sudah waktunya
saya untuk mengajukan kepada pembimbing agar tahu apa yang kurang dari proposal
skripsi saya, sehingga dapat segera saya revisi.
Sebenarnya
proposal sudah jadi namun sebelum saya membuat alat ukur, saya berinisiatif
untuk memasukan dulu biar nginep di tempat pembimbing dan selama menunggu hasil
revisi saya gunakan untuk membuat alat ukur.
Dan kalian tahu apa yang terjadi?
Setelah saya berpikir keras untuk membuat alat ukur, sebelumnya saya
mencari-cari penelitian yang variabelnya sama dengan variable saya, sehingga dapat
mempermudah dalam pembuatan alat ukur. Dan setelah saya cari ternyata belum ada
yang meneliti baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Meskipun ada namun
penelitiannya adalah kualitatif sedangkan penelitian saya bersifat kuantitatif.
Saya mengalami kebuntuan dalam
membuat alat ukur ini, saya menjadi semakin frustrasi dan tak tahu apalagi yang
akan saya lakukan. dan hal itu pula yang membuat saya mandek dan tidak lagi
mengerjakan skripsi. Ada salah satu teman saya agar segera mengambil sikap
untuk lanjut dengan judul itu atau ganti variable saja yang kiranya mudah untuk
pembuatan alat ukurnya. Dan setelah saya berpikir, ternyata benar apa yang
dikatakan oleh teman saya, saya harus segera mengambil sikap untuk segra ganti
judul.
Betapa sedihnya ketika proposal yang
sudah jadi, dan harus ganti variable, dan itu saya lakukan karena itu adalah
pilihan yang harus saya ambil. Pilihan ganti variable saya curhatkan kepada
pembing skripsi dan sekaligus laporan kepada koordinator skripsi, agar
kedepannya tidak ada masalah.
Pergantian variable sudah mendapat
lampu hijau dari semua pihak, dan sudah waktunya saya untuk mulai lembur lagi,
dan mulai sibuk mencari referensi lagi. Mungkin ini bisa dijadikan pelajaran
bagi kita semua dalam mengerjakan skripsi untuk memperhitungkan sebelumnya agar
masalah-masalah seperti ini tidak akan terulang lagi, lagi dan lagi.
Saya juga tidak menyalahkan siapapun
dalam hal ini, karena semua ini murni karena salah saya sendiri yang kurang
dalam membaca berbagai referensi atau penelitian-penelitian sebelumnya, bisa
jurnal atau skripsi dari kakak tingkat karena hal itu bisa mempermudah dalam
mengerjakan skripsi.
Dan semoga kedepannya tidak ada
halangan yang berarti dan bisa konsisten dalam mengerjakan skripsi. Semangat
Di acc karena kasihan
Proposal
hasil lemburan dua hari dua malam akhirnya bisa jadi juga setelah mengalami
pergantian variable, pergantian variabel sebenarnya tidak terlalu menyimpang
jauh dari judul semula, sehingga tidak begitu sulit untuk memperbaiki serta
mencari sumber referensi. Setelah selesai saya print, barulah kemudian saya
pagi-pagi pergi ke kampus, meski mata masih merah dan muka masih muka bantal
karena kurang tidur. Hari itu saya tahu betul bahwa dosbing kedua hari itu
berada di kampus, dan saya juga tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.
Sesampai dikampus ternyata antrian bimbingan beliau udah banyak, mau pulang ke
kos nanggung karena sudah di print dan siap maju.
Menunggu
antrian bimbingan sudah layaknya pasien yang nunggu antrian ketika mau berobat
ke dokter. Antrian tertib dan lamanya bimbingan tergantung penyakit yang
diderita, hehehe maksudnya tergantung kesulitan yang di alami selama proses
skripsi.
Hampir
tiga jam saya antri sambil main-main dan bercerita sana-sini untuk menghilangkan
kejenuhan. Akhirnya tinggal satu mahasiswa lagi, masuk giliran saya untuk
bimbingan. Dalam hati saya, akhirnya setelah sekian lama antri bisa juga
bimbingan, tapi apa yang terjadi? Tiba-tiba dosbing izin keluar sebentar karena
masih ada urusan lain, dengan senyum yang dipaksa ikhlas saya menyanggupi dan
harus menunggu lagi. Menunggu dengan sabar inilah yang dinamakan bagian dari
usaha, jadi ya harus bersabar.
Dosbing
yang dinanti pun akhirnya kembali lagi, sudah waktunya saya menyerahkan
proposal saya, sambil berdoa dalam hati agar segera di acc dan maju validasi
proposal dihadapan reviewer. Entah karena kesabaranku atau si dosbing sudah
mulai bosan melihat tampang saya lagi, beliau hanya baca-baca sebentar kemudian
mengatakan bahwa proposal sudah layak untuk maju validasi proposal. Saya tahu
betul bahwa sebanarnya beliau kasihan dengan saya karena beliau tahu betul saya
harus ganti variabel padahal proposal sudah jadi. Namun saya disuruh agar lebih
mendalami materi serta segera menyerahkan proposal kepada dosbing pertama.
Atas
dasar rasa kasihan proposal saya sudah di acc oleh pembimbing 2, lantas saya
segera meminta jadwal kepada dosbing pertama, untuk memastikan kapan kira-kira
bisa ditemui. Dan beberapa menit kemudian terdengar suara ring tone dari HP,
saya buka ternyata berasal dari dosbing pertama. Saya baca ternyata dua hari
lagi saya disuruh untuk menghadap dan menyerahkan proposal agar segera bisa
dikoreksi.
***
Dua
hari telah berlalu dari pagi saya sudah menunggu dosbing pertama yang kebetulan
ada jam mengajar pagi, setelah saya lihat mobil sudah masuk parkiran saya
buru-buru menemui karena saya tahu betul bahwa beliau dapat ditemui langsung
tanpa harus menunggu beliau masuk keruangan, karena biasanya beliau tidak masuk
ke ruangannya terlebih dahulu melainkan langsung masuk ke kelas.
Saya
temui beliau dan beliau langsung menyapa, saya balas sapaan dan saya sampaikan
bahwa saya sudah melakukan perubahan pada skripsi karena pergantian variabel,
dan saya juga jelaskan bahwa saya tidak melakukan perubahan yang banyak mengingat
waktu yang semakin mepet.
Setelah
saya serahkan proposal saya, ternyata seperti biasanya, beliau tidak langsung
mengoreksi namun ditinggal dan satu minggu lagi saya suruh mengubungi beliau
untuk menagih koreksian.
Seminggu
sudah proposal saya nginep di tempat dosbing pertama, saya beranikan sms beliau
namun tidak dibalas, mungkin karena kesibukan beliau diluar kota. Sehari
kemudian saya sms lagi namun, beliau malah meminta maaf karena masih diluar
kota dan besok saya disuruh untuk menemuinya di fakultas lain, karena kebetulan
beliau tidak hanya mengajar di satu fakultas saja. Saya temui namun, jawaban
beliau malah meminta maaf karena beberapa hari itu beliau sangat sibuk dan belum
sempat untuk mengoreksi. Saya sebenarnya sangat sungkan karena sering menagih
namun beliau nampak juga tidak enak karena sudah janji. Kemudian saya mengatakan
kepada beliau bahwa saya dapat memaklumi kesibukan beliau, kemudian beliau
mengatakan bahwa minggu depan akan diderahkan hasil koreksiannya.
Jika
dihitung-hitung sudah hampir satu bulan proposal skripsi saya nginep di tempat
dosbing, lagi-lagi sabar adalah salah satu bentuk ikhtiar, meski tidak dapat
melakukan apa-apa, karena menunggu adalah salah satu yang bisa saya lakukan.
Seminggu
berlalu hingga hari yang sudah beliau tentukan itu datang juga, sesampai di
kampus saya menemui beliau, namun apa jawaban beliau? Ternyata sama, proposal
saya belum dikoreksi, dan dalam hati saya mencoba untuk sabar. Namun, beliau
berkata kepada saya, menanyakan kepada saya apakah dosbing dua sudah acc? Saya
jawab bahwa dosbing dua sudah acc tinggal menunggu dari Ibu. Tanpa basa-basi
Ibu langsung mengatakan, lya sudah kamu langsung maju saja, nanti jika da yang
kurang bisa ditambahin lagi pas validasi. Dalam hati saya, ini di acc karena
hasil kerjaan saya atau karena kasihan dengan saya, yang sudah berkali-kali di
PHP? Yang ada dalam pikiran saya saat itu yang penting sudah mendapat restu,
kalo banyak yang salah ya tinggal diperbaiki pas validasi, karena tidak ada
proposal yang sempurna, karena lanjut proposal dengan revisi sudah harga mati.
hehehhe
Detik-detik seminar Proposal
Setelah
mendapat restu dari kedua dosbing, segera lah saya menyusun rencana, hehehe
sudah kaya mau perang aja. Proposal sudah di acc, penguji sudah ada, tinggalah
menetukan hari baik untuk maju validasi proposal.
Mencari hari baik validasi proposal
bukan seperti halnya mau nikah yang harus berdasarkan hitung-hitungan jawa,
namun harus sesuai dengan jadwal kedua pembimbing dan kedua reviewer. Artinya
semua harus bisa dalam waktu yang sama atau dengan kata lain tidak ada yang
bentrok jadwal. Saya cukup beruntung karena jadwal yang saya tentukan tidak
berubah-ubah karena semua tidak ada yang bentrok, karena pengalaman dari teman
saya, dia hampir sebulan kebingungan menentukan jadwal karena belum sulit untuk
menetapkan jadwal mengingat kesibukan masing-masing dosen.
Mempersiapkan validasi proposal
ternyata tidak sesimpel ketika mau akan presentasi proposal saja, selain
menyiapkan segala berkas yang perlu disiapkan untuk presentasi ternyata juga
harus menyiapkan snack, segala perlengkapan presentasi seperti LCD dll, dan
yang paling penting adalah menyiapkan hati ini agar selalu kuat serta mental.
Hari yang ditunggu-tunggu datang
juga, malam harinya saya tidak bisa tidur nyenyak karena saya sedikit cemas
akan terjadi sesuatu ketika validasi. Untuk menenangkan perasaan ini saya
lakukan latihan presentasi atau semacam simulasi validasi didalam kamar kos,
terutama agar waktu yang diberikan untuk presentasi dapat tercapai, karena saya
hanya diberi waktu 10 menit untuk memaparkan proposal skripsi saya. Kemudian
selanjutnya adalah acara pembantaian masalah (Tanya jawab J).
Hari itu tepat jam 9 pagi, semua
teman-teman yang ingin menonton validasi saya, karena syarat dilaksanakan
validasi harus minimal ada 4 atau 5 peserta. Kedua dosbing dan kedua reviewer
sudah duduk di tempat yang telah disediakan, saya sudah berdiri di depan dengan
selalu berdoa agar diberi kelancaran serta menguatkan mental saya agar tidak
cemas ketika dibrondong beberapa pertanyaan.
Prsentasi bisa saya laukan tanpa ada
sedikit gangguan, barulah ketika pertanyaan dari reviewer yang membuat saya
merasa menyadari akan kesalahan saya, hingga itu membuat mental saya down,
pertanyaan memang menyudutkan saya, karena itu memang tugas reviewer agar
penelitian saya kuat baik secara teori maupun secara metode penelitiannya.
Singkat
cerita selesai sudah validasi itu, yang mampu membuat saya sedikit down dan
hampir putus asa. Terlebih ada celutukan dari salah satu reviewer yang
mengatakan bahwa penelitian atau proposal ini tidak layak dan harus validasi
ulang, namun atas kebijaksanaan dosbing pertama saya, beliau sanggup
mengembalikan moral saya hingga saya tidak down lagi. Ketua sidang kebetulan,
dosbing pertama saya, menyatakan bahwa proposal skripsi saya boleh lanjut
dengan catatan harus merivisi atau memperbaiki lagi dalam kurun waktu dua bulan
atau dengan kata lain, lanjut dengan revisi dua bulan. Betapa leganya ketika
mendengar keputusan itu. Dalam hati saya meski masih ada sedikit rasa cemas,
bersyukur bahwa setidaknya saya telah melewati salah satu tahap dalam
menyelsaikan skripsi yaitu sidang validasi.
Senyum itu wujud defend dari Counter attack reviewer.
Ingatan
yang masih teringat selama satu jam lebih diruang sidang adalah, ketika senyum
adalah jawaban atas sulitnya pertanyaan dari dosen selaku reviewer. Secara
teori dan pengalaman memang mahasiswa semacam saya ini masih cethek ilmunya
terutama dalam melakukan penelitian. Jujur saya juga baru kali ini melakukan
penelitian secara Individu (ya iyalah, mana ada skripsi dikerjakan secara
kelompok), kalopun pernah itupun tugas kelompok yang masih sangat sederhana,
karena sifatnya hanya tugas kelompok.
Pertanyaan dari reviewer bisa
dibilang sangat spesifik dan yang menjadi kelemahan proposal saya, akan
dihabisi dan hanya berfokus pada kelemahan itu saja, mungkin hal itu dilakukan
agar saya paham tentang kesalahan saya dan berharap dapat memperbaiki saya.
Meski terkadang yang terjadi bukannya saya paham, namun malah menjatuhkan
mental saya. Dan disaat banyak pertanyaan yang saya tidak pahami dengan kata
lain saya tidak tahu jawabannya, saya hanya tersenyum, sesekali saya menjawab
sepengetahuan saya saja.
Senyum itu indah, senyum itu
sedekah, mungkin hal itu yang membuat saya selalu tersenyum ketika tidak tahu
apa yang harus saya jawab, memang aneh, saya lah yang seharusnya paling tahu
tentang penilitian yang akan saya lakukan, namun saya malah jadi kalang kabut
ketika ditanyai tentang penelitian saya. Penelitian yang saya anggap hanyalah
penelitian yang sangat sederhana ternyata ditangkap oleh reviewer menjadi
seolah penelitian saya itu adalah hal yang sulit dan rumit, itulah mengapa saya
malah menjadi bingung sendiri tentang apa yang harus saya jawab atas pertanyaan
tersebut. Senyum, senyum, dan senyum itulah jawaban andalan seorang mahasiswa
ketika berhadapan dengan para algojo dalam ujian baik validasi proposal maupun
sidang pendadaran.
Hampi Putus Asa
Setelah dinyatakan lanjut dengan
revisi dua bulan, saya segera merivisi apa yang menjadi kelemahan dari proposal
skripsi saya. BAB 1 dan BAB 3 adalah kesalahan yang paling besar dalam proposal
skripsi saya. Merivisi BAB 1 membuat saya harus melakukan prapenelitian lagi ke
tempat saya melakukan penelitian, yaitu sebuah SMP di pinggiran kota sukoharjo.
Dan survey prapenelitian harus tertunda karena dampak letusan gunung kelud
membuat saya memutuskan untuk menunda beberapa hari melaukan prapenelitian lagi
untuk melengkapi kekurangan data pada BAB 1. Setelah selesai BAB1, kini segera
saya merivisi BAB 3, yang merupakan metode penelitian, tidak butuh waktu lama
untuk merivisi BAB 3 karena tidak harus melakukan survey prapenelitian lagi
seperti halnya revisi BAB 1. Meski hampir dua minggu pasca validasi proposal
saya tidak pernah menyentuh revisian karena belum menemukan mood yang pas untuk
memulai revisi karena saya sudah malas dan tidak tahu apa yang akan direvisi
lagi. Perasaan putus asa dan keinginan mengakhiri skripsi sempat terbesit di
pikiran. Namun ada juga teman, keluarga terutama Om yang selalu saya ajak
mengobrol baik masalah kuliah maupu masalah pribadi mampu menguatkan saya serta
mendorong saya untuk segera menyelesaikan skripsi.
Karena orangtua yang selalu mengirim
uang dan dengan suka rela membayar uang semesteran tiap semester serta uang
jajan tiap bulan, serta karena Om selalu memotivasi, teman-teman yang dengan
sikapnya karena saya banyak belajar dari sikap teman-teman saya dalam menyikapi
skripsi, karena merekalah saya dapat kuat dan membulatkan tekad untuk
menyelesaikan tugas suci ini, ia apalagi kalau bukan tugas suci bernama
skripsi.
Ketemu Ibu Teman lama (mantan) Pas Proses
pengambilan data
Ini adalah sisi lain dalam proses
pengerjaan skripsi saya. Bisa dibilang selama pengambilan data semua berjalan
sesuai rencana, pihak sekolah juga sangat membantu dalam menyediakan tempat
serta dengan mudahnya memberikan izin kepada murid-murid untuk sejenak
meninggalkan pelajaran sebentar untuk mengisi beberapa kuisioner yang telah
saya buat sebagai alat pengumpulan data.
Terlepas dari semua proses
pengambilan data yang sesuai dengan rencana, meski ada beberapa subjek yang
kebetulan tidak hadir namun data yang terkumpul sudah cukup reprensentastif
sebagai subjek penelitian. Namun ada kejadian yang membuat saya sedikit malu
dan bisa dibilang juga sangat heran. Kejadian itu bermula ketika saya sedang
meminta izin petugas atau bisa dibilang kepala perpustakaan untuk meminjam
ruangan baca untuk digunakan mengumpulkan siswa-siswa yang akan saya mintai
bantuan untuk mengisi kuisioner. Setelah saya amati baik-baik, sesosok Ibu-ibu
yang berada di tempat duduk perpustakaan, saya merasa bahwa saya sangat tidak
asing dengan beliau. Saya amati baik-baik dan ketika mengobrol lebih dekat
dengan beliau, ternyata beliau sangat mirip dengan seseorang yang dulu pernah
saya kenal. Siapa beliau? Tidak lain, beliau adalah Ibu dari teman baik saya
(dulu). Mungkin kebanyakan orang menganggapnya dengan istilah mantan, namun
saya menganggapnya teman, karena saya mengawalinya dengan berteman, meski
sempat berhubungan atas dasar suka-sama suka (lho, jagan berpikir macem-macem)
dan saya akhiri juga dengan menganggapnya teman, terlepas rasa sakit dalam hati
L. Karena
sakitnya thu di sini!
Ibu yang diperpustakaan tersebut
adalah Ibu dari mantan saya, jadi Ibu itu bisa dikatakan Ibu mantan, bukan
mantan Ibu lho, katanya tidak ada yang namanya mantan Ibu, apalagi mantan
teman, jangan sampai ada, karena lebih baik jadi mantan musuh dari pada mantan
teman.
Memang pada akhirnya saya lebih suka
tidak menyapa beliau lebih intens, karena saya tahu betul beliau tidak begitu
mengenal saya, dan saya pun hanya sebatas tahu, bahwa beliau adalah Ibunya si
Itu (mantan L).
Sekarang saya baru sadar bahwa ini
adalah bumbu skripsi, dan pertemuan dengan Ibu itu setidaknya mampu
membangunkan memori yang sekian lama tertidur pulas tanpa ada seorang pun yang
berusaha membangunkannya. Dan setelah memori itu terbangun meski sudah di
timang-timang tak mau tidur lagi, kampret!
SPSS itu Seharusnya Memudahkan
Dan
kini akhirnya sudah memasuki, tahap selanjutnya. Yap, setelah data sudah
terkumpul barulah saya memulai hitungan-hitungan yang mengharuskan saya
berhadapan dengan angka-angka setelah sekian tahun sudah mulai lupa dan move on dari matematika, lebih tepatnya
statistic. Bayangkan saja jika kalian sudah move on dengan pacar kemudian
disuruh bertemu lagi karena ada suatu urusan yang harus diselesaikan. Begitu
juga dengan apa yang saya alami. Saya sudah bertahun-tahun move on dari statistik
meski saya pernah mengulang statistik karena tidak lulus. Saya tidak lulus
bukan karena bodoh, tapi emang karena nggak mudeng dan terlalu rajin, karena
ketika ujian ada soal dan saya kerjakan semua, padahal perintahnya hanya
disuruh mengerjakan satu soal. Dan untuk dosen yang sangat killer seperti beliau, saya sudah dianggap menyalahi aturan dan
dianggap tidak memperhatikan perintah soal. Dan semester berikutnya saya
memilih kelas statistik yang tidak diajar oleh beliau, mungkin saya sudah
trauma.
Data
yang saya inginkan sudah saya ambil dan sudah saya input ke dalam Ms excel
untuk mempermudah dalam proses analisis selanjutnya. Berita baik ketika saya
tahu bahwa semua perhitungan tidak dilakukan secara manual. Namun demikian
selalu ada berita buruk di balik berita baik. Iya, saya tidak begitu paham
dengan apa yang dinamankan dengan SPSS, sebuah program statistik yang digunakan
dalam proses analisis data penelitian kuantitatif. Aneh memang ketika sebuah
teknologi diciptakan tentu dengan maksud untuk mempermudah, bukan malah membuat
bingung hingga nampak menyulitkan.
“SPSS
itu memudahkan, jika malah membuatmu bingung dan terkesan sulit, itu berarti
kesalahan pada user”
Inilah
yang dinamakan ketidaktahuan akan menimbulkan kebingungan serta malah mempersulit
sesuatu yang seharusnya mudah. Seperti halnya dengan SPSS, SPSS adalah suatu
temuan yang dimaksudkan akan mempermudah analisis data yang seharusnya
dilakukan hitunga-hitungan statistik secara manual. Dengan adanya SPSS,
analisis data dapat dilakukan hanya dengan input data serta menjalankan sesuai
dengan kebutuhan.
Berangkat
dari ketidaktahuan saya mulai bertanya kesamana-kemana baik dari buku, belajar
dari blog seorang konsultan statistik serta dari teman-teman yang sudah lulus.
Alhamdulilah dari situ saya semakin sadar bahwa SPSS adalah teknologi yang
diciptakan untuk mempermudah analisis data kuantitatif.
Tidak
hanya itu, berkat ketidaktahuan saya akan penggunaan statistik saya akan dengan
suka rela akan membantu teman saya yang merasa kesulitan dengan penggunaan
statistik, karena saya tahu betul bahwa bingung karena tidak tahu akan membuat
sesuatu yang seharusnya mudah melah nampak menjadi sulit.
Inilah
yang satu dari sekian banyak proses skripsi yang mengajarkan kepada saya, bahwa
tolong menolong untuk kebaikan bersama sangat diperlukan, karena jika dilihat
kita adalah sama. Kita sama-sama berjuang untuk lulus jadi tidak sepatutnya
membiarkan teman seperjuangan kita kesususahan dan sudah sepatutnya dalam
proses skripsi ini kita harus saling membantu.
Kini
setidaknya meski hanya langkah kecil, tahapan analisis data sudah saya lampui.
Saya masih harus berjuang untuk mengumpulkan sisa-sisa semangat yang ada dalam
diri untuk segera merampungkan BAB IV, tentu dengan harapan agar segera masuk
kedalam medan perang yang sesungguhnya, yaitu ketika pendadaran di ruang
sidang. Semoga selalu bersemangat dengan segala kondisi serta apapun yang
terjadi harus tetap konsisten dalam mengerjakan skripsi.
Galau Pembahasan
Setelah sekian alam, kurang lebih
hampir satu bulan saya sudah tidak care
lagi dengan skripsi saya. Saya sudah punya pacar baru, sebagai orang yang masih
dibilang cowok matre, saya lebih memilih kerjaan sebagai freelance dalam urusan tes-mengetes. Perlu diketahui bahwa saya
bukanlah tester untuk urusan percintaan, jadi jangan berharap saya bisa
mengetes kesetian calon atau pacar anda sendiri, jangan!
Saya sebenarnya sudah selesai pada
pemaparan hasil penelitian, namun ada sedikit masalah dalam penelitian saya.
Berdasarkan hasil hitungan melalui uji hipotesis, ternyata penelitian saya
hipotesisnya ditolak. Hipotesis ditolak jangan bayangkan betapa galaunya,
bahkan lebih galau jika ditolak oleh gebetan. Mungkin!
Saya menjadi semakin bingung karena
saya tidak tahu harus berbuat apa agar meyakinkan para penguji kelak saat
sidang bahwa metode yang saya gunakan sudah sesuai dengan prosedur, hanya saja
semua yang saya kemukan harus berdasarkan teori. Ditolak cinta mungkin masih
bisa diterima alasannya, karena cinta tidak perlu alasan, dan penolakan selalu
ada alasan, *eh maaf selalu khilaf jika bahas cinta-cintaan J
Pernah aku coba konsultasikan dengan
dosen pembimbing, dan saya disarankan untuk mencari penelitian-penelitian yang
sama entah itu pada jurnal atau skripsi di seluruh alam semesta. Tidak perlu
meditasi hanya sekedar mengetahui apakah penelitian serupa pernah dilakukan
sebelumnya atau belum, cukup semudah mengetikan keyword dan tekan tombol enter.
Iya karena mahasiswa punya dukun yang lebih sakti dari eyang subur yang selalu
menunggu bisikan ghaib, dan dukun sakti para mahasiswa seluruh alam semesta
adalah eyang google. Semua bisa
dicari di google kecuali satu hal, yaitu jodoh. Karena saya pernah menulis
jodohku dan ternyata yang keluar malah jodohku- by Anang-ashanti.
Singkat
cerita penelitian serupa dengan penelitian serupa belum pernah dilakukan oleh
peneliti lainnya. Sebagai peneliti amatir saya sedikit bangga karena penelitian
tersebut hanya saya yang meneliti, hehehe tapi saya juga prihatin dengan diri
saya sendiri yang tak kunjung menyelesaikan Karena menunggu mood yang baik untuk memulai mengerjakan
skripsi yang terus menerus tertunda dari semester ganjil berganti dengan
semester genap, dan entah sampai kapan roda semester akan terus berputar hingga
berhenti ketika saya sudah dinyatakan diusir secara terhormat, bisa sidang
skripsi dan menyelesaikan perkuliahan entah dengan hasil pas-pasan atau lulus
karena kasihan sekali pun, aku juga tidak akan peduli, karena saya hanya butuh
pengakuan, yaitu “LULUS”.
Kegalauan pembahasan ini ternyata
terus berlarut-larut hingga tak kusangka hampir sebulan skripsi sudah tak
pernah kusentuh, jangakan sekedar baca atau mengedit, membuka folder skripsi
pun sangat enggan. Tidak sampai disitu karena adanya kerjaan sebagai freelance juga hanya sebagai pelarian
yang bisa dibilang sangat produktif karena bisa sejenak menghilangkan kepenatan
atas kegalauan pada pembahasan namun juga bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah,
karena lumayan juga hasilnya untuk membeli paket data internet setiap bulannya.
Hehehehe
Bukanlah hal yang baik untuk
menyalahkan orang lain, tetapi melalui instropeksi dirilah yang menjadikan akan
selalu berhati-hati dalam melangkah, sebenarnya adanya kegiatan yang bisa
menghasilkan uang ketika masa-masa skripsi juga sudah menjadi bayanganku sejak
dulu, namun tak pernah aku pikirkan sedikitpun bahwa dalam melakukan segala hal
butuh focus untuk menghasilkan yang terbaik, sesuatu yang dilakukan dengan
setengah-setengah jangan berharap akan menghasilkan yang sesuatu yang maksimal.
Dari situlah aku mulai belajar memahami diri bahwa aku adalah orang yang bisa
melakukan banyak hal dalam satu hari, keculai menyelsaikan satu persatu
tugas-tugas itu. Kini saya hanya berusaha agar menjadikan skripsi pada skala
prioritas, karena roda semester akan terus berputar dari semester ganjil ke
genap, tidak menunggu apakah saya sedang mood
mengerjakan skripsi atau tidak.
Doakan
dalam sebulan ini saya bisa mengerjakan skripsi dan menyelesaikan dan
mempersiapkan diri untuk menghadapi ruangan segi empat yang berisi 2 pembimbing
dan 2 penguji untuk memaparkan hasil penelitian saya, entah apa hasilnya
akhirnya, saya tidak berani berpikir lebih jauh lagi, tapi seseram apapun itu,
masa sidang skripsi akan saya jadikan sebagai latihan untuk menghadapi dan
meminta restu untuk meminang kamu, , . . .
iyaaaa kamuuuuu. *pake dodit style J
Dua kali puasa, dua kali lebaran, Skripsi tak
kunjung usai
Sekarang ini sudah memasuki bulan
Ramdhan kedua, dan hampir sebentar lagi akan lebaran, namun seperti layaknya
lagu bang toyib yang dua kali puasa, dua kali lebaran yang tak kunjung pulang,
hampir senasib dengan nasib skripsi saya. Skripsi saya sudah memasuki dua kali
puasa dan sebentar kali memasuki dua kali lebaran dan tetep belum kelar-kelar
juga.
Emang beginilah jika tidak
menjadikan sesuatu pada skala prioritas, menulis skripsi tak layaknya menulis
blog yang lebih enjoy tanpa harus peduli apakah setiap kalimat yang kutulis
berdasarkan teori atau tidak. Terlalu sering menulis blog juga membuat bahasa
tulisku menjadi semakin liar, dan menjadi bingung ketika harus memulai
tulisan-tulisan ilmiah seperti tugas suci bernama skripsi ini.
Menulis skripsi juga tidak seperti
berpuisi yang tinggal menuliskan apa yang sedang dirasakan dalam jiwa ini. Aku juga bingung mengapa mood untuk
mengerjakan skripsi ini sulit sekali muncul dan setiap mood itu ada selalu ada
saja permasalahan dalam proses pengerjaan skripsi yang membuatku merasa tidak
tahu harus berbuat apa jika sudah terbentur apa-apa yang berbau teori.
Skripsi mengapa kau tidak bisa berkerja
sama dengan moodku ini? Disaat mood lagi bagus namun teori yang sulit
didapatkan memaksa mood berangsur-angsur pudar dan lebih memilih melakukan
pelarian-pelarian kecil yang membuatku lupa dengan skripsi. Skripsi yang bisa
dibilang tinggal pembahasan agar bisa mencapai tahap kesimpulan namun hingga
kini tak ada niat untuk menyelesaikannya.
Bulan ramadhan adalah bulan yang
seharusnya penuh diisi dengan kegiatan yang bernilai ibadah, jika skripsi
adalah sebagai kewajibanku, dalam hal ini akan kukerjakan skripsi ini dan akan
kuniatkan sebagai ibadah, karena saat ini skripsi adalah kewajiban bagiku untuk
mempertanggungjawabkan kepada orangtuaku. Orangtuaku yang tak pernah menuntutku
agar aku segera lulus, orangutan yang selalu memberiku uang semester tanpa
pernah menanyakan untuk membayar semester keberapakah uang itu, dan orangtuaku
yang selalu mendoakan kebaikan untukku namun tak pernah menuntut apa-apa
dariku.
Boleh dibilang sekarang saya sudah
memasuki semester sebelas dan jangan ditanya sudah berapa teman seangkatanku
yang sudah lulus, adek tingkatku pun sudah banyak yang lulus. Sudah ingin
kuselesaikan kegalauan masalah skripsi ini.
Galau masalah skripsi adalah galau yang hanya berujung pada kemalasan
untuk mengerjakan, beda halnya dengan galau urusan hati *eaaaaa ujung-ujungnya
bisa bunuh diri *Upsss J
Sidang Skripsi
Akhirnya segala kegelisahan selama
proses skripsi ini berakhir ketika skripsi saya sudha mendapat restu dari kedua
pembimbing skripsi saya untuk maju sidang. Sebenarnya masih bertepatan dengan
bulan ramadhan saya sudah bisa maju sidang, namun karena alasan mental dan
ingin focus dengan lebaran, iya saya mau focus lebaran dulu, akhirnya saya
putuskan sidang skripsi saya undur hingga setelah lebaran.
Memilih sidang lebaran ternyata
bukanlah pilihan yang tepat, karena suasana lebaran menjadi agak terganggu
karena masih terbayang-bayang masalah sidang, makan ketupat menjadi tak enak,
karena pikran masih terpikir masalah sidang, ditambah lagi mengenai momen-momen
silaturahmi dengan keluarga besar, pertanyaan “Sudah lulus kuliahnya?” membuat
saya semakin cemas dengan sidang skripsi, ingin rasanya saya meng-Skip proses
sidang pendadaran dan langsung revisian. Namun apa hendak dikata saya hanya
mahasiswa biasa yang masih berjuang untuk lulus.
***
Tepat setelah lebaran saya langsung
memilih untuk kembali ke kosan dan saya anggap lebaran sudah selesai, dan
menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan sidang. Untuk berkas-berkas
sidang sudah saya print jauh-jauh hari dan untuk masalah konsumsi juga sudah
saya serahkan kepada teman saya yang terbiasa mengurusi konsumsi sidang, hingga
ia dijuluki sebagai EO Sidang pendadaran, karena entah sudah berapa mahasiswa
yang konsumsinya ia urusi. Semua persiapan, baik itu administrasi dan konsumsi
sudah bisa dibilang fix, saya hanya tinggal menyiapkan mental saja.
Menjelang sidang berkas-berkas saya
serahkan kepada pembimbing 1 dan 2, serta penguji 1 dan 2. Namun adala masalah
dengan jadwal yang sudah saya tetapkan jauh-jauh hari. Penguji 2 ada acara
keluar kota sehingga bisa dipastikan tidak bisa hadir. Saat itu juga pikiran
saya sudah menjadi tak menentu, ingin mengatur ulang jadwal tapi pembimbing
satu selaku ketua sidang tidak bisa memberi kepastian mengenai jadwal kosong.
Hingga pada akhinya melalui proses
birokrasi yang rumit saya bisa sidang sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Sepertinya ketakutan saya akan sidang pendadaran menjadi pudar, karena terfokus
pada penentuan jadwal tadi.
Malam harinya sebelum keesok harinya
sidang saya sudah layaknya calon pengantin yang sedang dipingit, tidak
kemana-mana dan hanya bertapa di dalam kamar kos untuk mempelajari skripsi
saya, sebenarnya bukan perkara sulit untuk memahami isi dari skripsi saya,
karena skripsi itu yang membuat saya sendiri, tapi justru pikiran-pikiran
mengenai kemungkinan terburuk yang akan terjadi yang membuat mental saya
semakin ciut.
***
Pagi harinya sebelum sidang, meski
sidangnya siang namun saya memutuskan datang ke kampus paginya, seperti halnya
pasukan mau perang, saya mempelajari medan dengan harapan akan membuat saya
lebih tenang.
Sesuatu yang ditunggu pun kahirnya
datang juga, detak jam sepertinya tidak bersahat dengan saya, karena entah
kenapa jarum jam kini berputar lebih cepat dari biasanya. Perasaan sudah
semakin tak menentu, apalagi ditambah dengan kehadiran pembimbing pertama yang
datang agak terlambat, perasaan ketakutan akan ketidakhadiran pembimbing
pertama dan menjadikan hal itu semacam ketakutan tersendiri bagi saya.
Akhirnya setelah beberapa saat
kemudian pembimbing pertama datang juga dan saya persilakan masuk ke ruang
sidang. Ketika semua sudah masuk ke ruang sidang perasaan takut pun semakin
pudar menjadi ketanangan bagi saya, suasana santai yang ditunjukan oleh
pembimbing dan penguji membuat saya lebih nyaman dalam mempresentasikankan
hasil dari penelitian saya.
Kurang dari 2 jam akhirnya sidang
berjalan lancar, tidak ada gesekan pendapat yang membuat diskusi di dalam ruang
sidang menjadikan susana panas. Dan setelah saya selesai sidang di skors dan
saya dipersilakan keluar sebentar untuk menanti pengumumanan.
Beberapa saat kemudian saya
dipanggil ke ruang sidang lagi dan setelah berbicara panjang lebar, ketua
sidang mengumumkan bahwa saya dinyatakan lulus dengan revisi. Tidak bisa
dipungkiri bahwa saya merasa bahagia dengan hal itu, namun perasaan kebahagiaan
itu tidak membuat saya ekspresif untuk meluapkan kebahagian saya, karena yang
ada di dalam pikiran saya kala itu, ternyata apa yang terjadi tidak seperti
yang saya pikirkan. Justru pikiran saya sendiri yang menciptakan ketakutan-ketakutkan
yang justru membuat saya semakin jatuh mentalnya. Pelajaran bagi kita semua
bahwa sidang hanyalah perkara yang kecil jika kita bisa melihat betapa luasnya
hidup ini, namun sidang menjadi perkara yang besar ketika hanya terfokus pada
permasalahan yang kecil tersebut.
*Tulisan ini
saya dedikasikan buat teman-temanku yang masih atau sedang berjuang untuk lulus
atau sedang mengerjakan proses skripsi. Tetap semangat buat kalian semua.