Perjalananku kali ini mengarah pada gunung yang terletak di perbatasan
antara Jawa tengah dan Jawa timur, yaitu antara Kab. Karang anyar dan Magetan.
Iya, gunung lawu, dengan ketinggian kurang lebih 3265 MDPL. Sebenarnya aku
sudah memutuskan untuk tidak ikut naik, karena ada suatu hal serta keperluan
yang sedikit mendesak. Namun persis satu jam sebelum berangkat, temanku datang
ke kosku karena sebelumnya ia sudah mengirim pesan singkat melalui BBM, katanya
ingin minta tolong. Namun pas di kos ia malah sedikit bercerita tentang banyak
hal dan setelah beberapa saat kemudian, “okey Aku ikut”. Karena persiapan yang
sangat mepet aku segera berkumpul dengan teman-teman yang lain, dan perlu
diketahui aku hanya membawa tas kecil, beserta kantong plastic berisi pakaian
ganti, itu saja. Dan melihat hal itu, temanku langsung tertawa sedikit meledek, karena sebelumnya ketika perjalanan
menuju ke merbabu, barang bawaanku hampir setengah tas carier besar, mungkin
karena pengalaman ketika naik ke merbabu, jadi aku hanya membawa apa yang
benar-benar diperlukan saja.
Sebelum keberangkatan dari solo ke basecamp, kami melakukan packing dan menjelaskan bahwa perjalanan
menuju lawu akan dilakukan pada malam hari melalui cemoro kandang dan turun
melalui cemoro sewu, double track.
Iya, jalur pendakian lawu ada dua, yaitu melalui cemoro kandang dan semoro
sewu, sebenarnya letaknya berdekatan, jalan kaki tidak kurang dari lima menit,
namun track yang dilalui jauh berbeda
180 derajat. Kami hanya berenam, dengan komposisi lima orang cowok dan satu
orang cewek. Dan perjalanan ini adalah perjalanan kali keduaku menuju puncak
gunung, setelah hampir satu bulan yang lalu berhasil sampai puncak gunung
merbabu.
Sekitar pukul 17.00 kami berangkat dari solo dengan menggunakan sepeda
motor, dan sampai di basecamp kurang
lebih sekitar pukul 19.00, barang-barang langsung di bawa ke basecamp cemoro kandang, sedangkan
motornya di parkir di basecamp cemoro
sewu, kemudian dari basecamp cemoro
sewu ke cemoro kandang, kami jalan kaki, meski sudah berbeda provinsi namun
karena terletak di perbatasan, jadi jalan kaki hanya memerlukan kurang lebih 5
menit. Sesampai di basecamp kami
langsung sholat magrib sekaligus isya, karena di perjalanan tadi kami belum
sempat sholat magrib, kemudian makan malam. Makan malam tepat sebelum naik,
ternyata bukanlah hal yang tepat, apalagi makan malamnya soto dan nasi goreng
yang pedas, belum ada satu jam berjalan, perut sudah terasa panas, dan hal
inilah yang menjadi keluhan kami selama perjalanan, sebelum perut kami sudah
benar-benar beradaptasi.
Seperti perjalanan gunung-gunung lainnya, perjalanan di malam hari
membuat nafas sedikit ngos-ngosan, selain jumlah kadar oksigen yang sedikit
menipis tubuh juga belum menyesuaikan dengan suhu sekitar, sehingga terkadang
kami harus bersitirahat untuk mengatur nafas. Udara yang awalnya dingin,
sedikit demi sedikit tidak lagi terasa dinginnya. Keringat dari tubuh juga
terus bercucuran, perjalanan malam hari tidak begitu ramai, jadi sepanjang
perjalanan kami jarang bertemu dengan pendaki lainnya.
Jalur pendakian melalui cemoro kandang tidak begitu menanjak, malah
cinderung landai, namun memerlukan waktu yang lebih lama, karena jalurnya hanya
berputar-putar. Sesampai di pos I kami istirahat sebentar serta membuat segelas
kopi yang kami bagi bersama, menikmati cemilan dan baru melanjutkan perjalanan.
Jarak pos I dan II tidak begitu jauh, namun jarak antara Pos II dan POS III lah
yang membuat kami sedikit kesal dan hampir frustrasi karena tak kunjung sampai.
Sempat di PHP oleh pos bayangan antara POS II dan POS III, namun akhirnya kami
tiba di pos III sekitar pukul 02.00 dini hari. Di pos III kami putuskan untuk
mendirikan tenda, meski pada awalnya kami berencana untuk mendirikan tenda di
pos IV, namun udara dingin dan rasa lelah membuat kami semua merasa mengantuk.
Kami bagi tugas ada yang mendirikan tenda ada juga yang menyiapkan makanan dan
minuman hangat, barulah sekitar pukul 03.00 kami tidur. Udara di pegunungan
lawu memang terkenal dingin dan berembun, kami semua melepas lelah dan tidur di
tenda meski masih ada hawa dingin yang menyelimuti.
Sekitar pukul 05.00 kami bangun dan sholat shubuh, namun ada yang mengganjal
dalam diriku, entah karena makan malamku yang sedikit agak pedas membuat perut
tak lagi bersahabat, segera aku mencari spot yang nyaman untuk menandai lokasi
atau meninggalkan jejak (baca BAB). Setelah perut sudah mulai lega, aku tak
kuasa lagi menahan dingin dan memutuskan untuk berada di dalam tenda dan
menikmati kopi serta cemilan. Kami baru akan memulai perjalanan lagi sekitar
pukul 09.00, namun karena harus sarapan dan packing
lagi perjalan sempat molor, namun masih dalam batas toleransi. Dan diperkirakan
kami akan sampai puncak sekitar pukul 12.00
Perjalanan kami lanjutkan, ada salah satu temanku yang sudah mulai
merasakan keanehan pada kakinya, segera temanku yang satunya lagi mengganti
tasnya dengan muatan yang lebih ringan. Perjalanan selangkah demi selangkah di
pegunungan terkadang berjalan tepat di bibir jurang, sehingga kami harus
sedikit lebih berhati-hati. Kami hanya berjalan selangkah demi selangkah tak
pernah berpikir untuk berlari, namun hanya melalui langkah kecil itu kami
percaya bahwa hanya dengan kesabaran dengan langkah kecil yang konsisten inilah
kami dapat menaklukan lawu.
Tidak terasa perjalanan dari langkah-langkah kecil kami yang selalui
beriringan, dan sesekali harus berhenti untuk mengatur nafas serta sedikit
tegukan air untuk membasi tenggorokan yang sudah mulai kering. Perjalanan yang
terkadang turun kabut membuat udara tidak begitu panas, hingga kami sampai di
pos IV. Di pos IV kami tidak memutuskan untuk istirahat, namun langsung
melanjutkan perjalanan, dan saling menyapa sesama pendaki yang sedang berkemas
untuk melanjutkan perjalanan hingga puncak. Selama perjalanan menuju pos V
yaitu pos terakhir sebelum puncak, nampaknya lutut kaki kanan temanku sudah
tidak kuat dan merasa nyeri untuk dijadikan tumpuan. Hal ini sering terjadi
pada pendaki pemula karena lutut belum terbiasa. sehingga kami menyuruhnya
untuk tidak membawa beban, dan hanya membawa minum.
Setelah keluar dari pos IV rombongan kami terpecah, aku dan salah satu
temanku berada paling belakang sedangkan yang lainnya sudah berada jauh di
depan. Namun semua sudah kami bagi artinya setiap rombongan sudah membawa air,
pikirku kami semua akan bertemu di puncak. Perjalanan menuju pos V memiliki
jalur yang landai namun penuh dengan batu. Ketika kami berdua sedang berjalan,
kami menemukan jalan, yang harusnya lurus, kami ambil kanan. Nampaknya
jalanannya agak mendaki, kami berspekulasi potong kompas hingga pada akhirnya
spekulasi yang berawal dari keraguan itu semakin ke atas menunjukan adanya
tanda-tanda bahwa puncak sudah sedikit terlihat. Meski jalanan bebatuan yang
sedikit menanjak, namun kami malah berhasil sampai puncak lebih dahulu dari
pada rombongan yang lainnya. Sampai di puncak Hargo dumilah, aku langsung
segera istirahat dan menikmati cemilan bersama angin yang sepoi-sepoi dan ada
sedikit embun yang menyapu.
Satu-persatu rombongan kami sampai di puncak, namun mash ada satu yang
masih tertinggal, yaitu temanku yang kakinya cidera, segera aku turun lagi
menuju pos V, karena pikirku ia masih menungguku di pos V, sedangkan aku
memotong kompas menuju puncak tanpa melalui pos V. Setelah berjalan turun
beberapa menit dan sambil berterika memanggil-manggil namanya, akhirnya aku
menemukan sedang berusaha berjalan menuju puncak, aku segera memastikan bahwa
dirinya masih mampu terus berjalan. Kami pun berjalan bersama-sama menuju
puncak dan berkumpul bersama di puncak lawu, hargo dumilah dengan ketinggian
3265 MDPL.
Di puncak kami juga bertemu dengan teman kami yang awalnya ingin
berangkat bersama, namun karena perbedaan pendapat mengenai keberangkatan kami
memutuskan untuk tetap melakukan perjalanan malam, sedangkan mereka memilih
berangkat pagi. Entahlah ini sebuah kebetulan atau tidak, namun kami dipertemukan
di puncak, meski kami berangkat pada waktu yang berbeda. Mungkin ini yang
disebut dengan takdir, bahwa niatan awal kami yang ingin berangkat bersama
batal, namun kami semua dipertemukan di puncak lawu, tempat di mana menjadi
tujuan kita bersama, seperti inilah hidup terkadang berawal dari hal yang
berbeda namun dapat bersatu karena kita memiliki tujuan yang sama.
Setelah hampir satu jam lebih puas menikmati pemandangan dari atas
puncak lawu, kami semua turun, kami
turun melalui jalur cemoro sewu. Jalur cemoro sewu jauh berbeda dengan jalur
cemoro kandang yang relative lebih landai dan track yang berupa tanah jalan setapak dengan sedikit bebatuan.
Sedangkan jalur cemoro sewu jalur track
didominasi jalanan bebatuan yang sedikit terjal. Selangkah demi selangkah kami
terus bersabar untuk tetap berjalan, karena hari akan semakin gelap dan
sesegera mungkin agar kami bisa sampai basecamp
sebelum langit berubah menjadi gelap. Perjalanan kami awalnya kami pecah
menjadi dua, dua orang di depan dan empat orang di belakang bersama teman kami
yang sedang cidera. Namun kondisi teman kami yang kakinya mengalami kelelahan
membuat perjalanan rombongan kami berempat menjadi sedikit melamban, kami semua
bisa memaklumi hal itu, namun salah satu teman kami segera mengambil keputusan,
di meminta aku dan seorang temanku berjalan dengan membawa air yang cukup serta
ia juga meminta lampu senter karena perjalanan dimungkinkan hingga larut malam.
hal ini bukan tanpa alasan, karena terlalu berhenti membuat diriku menjadi
semakin kedingingan karena aku tidak kuat dingin sedangkan udara semakin malam
menjadi jauh lebih dingin.
Kami pun terpecah menjadi dua lagi, aku jalan duluan dan sempat hampir
kehabisan air, kemudian bertemu kawan kami dari solo juga dan meminta airnya.
Sempat aku berpikiran menunggu temanku yang di belakang, karena bagaimana pun
kita berangkat bersama, sampai puncak bersama, turun pun kami harus bersama,
namun sambil menunggu aku menunaikan sholat dhuhur yang aku jamak dengan sholat
ashar, namun temanku tak kunjung datang, hingga semakin lama tubuhku menjadi
semakin kedinginan, kami pun memutuskan melanjutkan perjalanan, melalui pos
demi pos hingga sekitar pukul 18.30 kami dengan langkah zombie tiba di
basecamp, nampaknya kawan kami dari solo sudah beristirahat, dan teman satu
rombonganku pun sudah nampak melepas lelah di basecamp.
Meski sampai di basecamp pikiranku pun belum tenang, aku tunggu hingga
pukul 20.00 namun temanku juga belum datang, aku menunggu di depan gerbang
pendakian, sembari menanyakan posisi mereka pada pendaki lain yang baru sampai.
Akhirnya kami mendapat informasi bahwa kawan kami yang kakinya cidera masih di
atas pos I, aku dan temanku dari jogja segera menyusulnya dengan membawa motor
hingga pos bayangan sebelum pos I, namun tak kunjung datang. Temanku berencana
menyusulnya ke atas lagi, takut ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada
mereka. Aku segera kembali ke basecamp
mengambil tas yang berisi tentang obat-obatan yang sekiranya dibutuhkan untuk
pertolongan pertama, air dan lampu senter. Namun karena lampu senter yang ada
sudah habis baterainya aku membawa seadanyanya, yaitu handphone yang ada senternya dan lampu senter yang ada di powerbank. Segera aku menyusulnya,
hingga pos I. di atas pos I aku berteriak memanggil-manggil naman temanku dan
ada jawaban dari atas, aku segera menemuinya, dan ternyata kedua kaki temanku
sudah kelelahan, hal itu yang membuat mengapa langkah mereka sangat pelan.
Segera aku meminta tas carier pada temanku agar bergantian, dan temanku yang
dari jogja membopong temanku yang kakinya sudah mulai lelah.
Terus berjalan meski dengan langkah pelan, bahkan sangat pelan, begitu
seterusnya dan penuh dengan kesabaran kami semua sudah lengkap berkumpul di basecamp untuk beristirahat. Karena
sudah tak memungkinkan untuk langsung turun ke solo, kami pun bermalam lagi di basecamp, dan paginya setelah sarapan
pagi kami segera beres-beres untuk segera turun ke solo.
Perjalanan yang menyenangkan, meski tidak bisa dipungkuri bahwa rasa
lelah itu pasti ada, namun semua lelah itu terbayar dengan sebuah pencapaian,
bukan hanya sampai puncak yang menjadi tujuan kami, namun kebersamaan itu lah
yang membuatku merasa bahwa kami adalah satu, apa yang terjadi pada salah satu
dari kami adalah hal yang harus kami hadapi bersama. Senang bisa melakukan
perjalanan ini dengan kalian semua, Nanda, Tomi, Aris “Python”, Ista, dan
kawanku pada kloter pertama Johan, Cupa, Mahen dan satu lagi (enggak tahu
namanya), meski kita tidak berangkat bersama, namun kita bisa dipertemukan di
puncak. Dan melalui tulisan ini juga saya minta maaf kepada kawan kami,
sekaligus adik tingkat kami (Tri Oktanto), karena tidak bisa turut melayat
karena kondisi kami yang belum memungkinkan untuk segera kembali ke solo, namun
percayalah ada doa kami untuk kebaikan Alm Ibumu.
Dan salam dari puncak lawu, next
time kita kemana lagi guys, hahaha :-D