SKRIPSI,
mahasiswa strata 1 pasti akan menemui tugas suci itu, karena mau tidak mau
hanya untuk sekedar menaruh gelar kesarjanaan tepat di belakang nama, skripsi
harus (segera) diselesaikan. Entah mengapa skripsi yang (hanya) berupa kumpulan
lembaran kertas yang berisi karya ilmiah itu begitu menyita banyak waktu,
tenaga dan pikiran. Padahal untuk mengerjakan tugas-tugas setiap mata kuliah
mahasiswa mampu menyelesaikan dalam semalam. Namun kenapa untuk menyelesaiakan
skripsi butuh waktu yang cukup lama, saya sendiri menyelesaikan skripsi hampir
satu tahun lebih. Dan Alhamdulillah aku sudah bisa mengakhiri masa-masa itu,
masa dimana aku harus rela berjam-jam duduk di depan layar komputer untuk
menyelesaikan proposal. Masa dimana aku harus rela di PHP berulang kali karena
kesibukan dosen yang tak bisa diduga. Masa dimana aku harus menjadi orang yang
sangat sensitive ketika ada orang yang dengan songonnya mengatakan “bagaimana
skripsimu?” Dan baru setelah aku menyelesaikan skripsi aku baru berani
menuliskan tuisan tentang skripsi ini. Bagi kalian yang masih berjuang untuk
lulus, jangan pernah patah semangat. hahahaha
Skripsi,
prosesmu tak sesimpel dengan namamu, makhluk yang tak bernyawa ini malah menjadi
seperti monster yang tak kasat mata, tumbuh di dalam diri setiap mahasiswa
tingkat akhir. Kata skripsi yang awalnya nampak biasa-biasa saja, namun bias
berubah kata yang sangat sensitive didengar di telinga. Kata skripsi sudah
menjadi seperti sebuah sensor yang ketika kata itu muncul, maka itu sama dengan
tombol sensitive itu sudah on, apa yang terjadi? Mau marah tidak enak sama
temen sendiri, dan jurus terakhirnya adalah mengalihkan topic pembicaraan atau
diam seribu bahasa. Namun demikian skripsi juga dirindukan (beberapa) mahasiswa
yang sudah ingin segera menyelesaikan skripsi dengan harapan bias segera lulus.
Tidak sedikit pula yang masih bingung dengan tema apa yang akan diambil untuk
tugas suci bernama skripsi itu.
Saya belajar
banyak hal mengenai proses skripsi, karena banyak sekali pelajaran tentang hidup
ini yang tidak bisa didapatkan hanya melalui kelas-kelas mata kuliah, meski
saya kuliah di psikologi, namun semua masalah yang aku pelajari di kelas masih
di dominasi oleh teori-teori, padahal studi mengenai fenomena-fenomena social
di sekitar kita sangat menarik untuk di ulas melalui sudut padangan keilmuwan
psikologi.
Proses
skripsi mengajarkanku bahwa terkadang segala sesuatu berjalan tidak sesuai
rencana, target lulus yang sering mundur karena ada kendala dengan skripsi
misalnya. Skripsi adalah sebuah perjuangan yang berawal dari diri sendiri,
banyak kendala yang sebenarnya muncul bukan dari dosen pembimbing, namun justru
berasal dari dalam diri sendiri. Ketika rasa malas yang tak berkesudahan,
kendala dalam proses skripsi yang tidak segera di selesaikan dan malah
menghindari dengan segala aktifitas yang membuat skripsi semakin kabur dan
enggan untuk segea di selesaikan.
Harus aku
akui, diriku juga seperti mahasiswa tingkat akhirnya, ada kalanya aku menjadi
bersemangat, hingga merelakan sedikit jam tidur bekurang untuk menyelesaikan
proposal agar segera bisa maju ke dosen pembimbing, namun terkadang juga aku
menjadi tak peduli lagi dengan skripsi, karena masih banyak di luar sana
aktifitas yang lebih menyenangkan daripada duduk berlama-lama di depan layar komputer
dan menatap ms word untuk mengerjakan skripsi. Kebiasaan menulis blog juga
membuatku sedikit susah untuk memulai menulis kata demi kata dalam skripsiku,
maklum lah blogku bukan berisi tulisan-tulisan ilmiah, karena saya terbiasa menulis dengan gaya freewriting.
Sujud syukur
akhrnya aku bisa mengakhiri masa-masa skripsi, di tengah rasa malas yang terus
menghampiri, di tengahh kegiatan-kegiatan lain yang jauh lebih menyenangkan,
serta di tengah pekerjaan sambilan yang bisa menghasilkan pundi-pundi uang
jajan. Lulus kuliah bukan berarti perjuangan sudah selesai, di depan masih ada
hal yang lebih besar untuk aku hadapi, tentu saja mencari pekerjaan. Beginilah
mahasiswa, ketika belum lulus sering galau karena skripsi tak kunjung selesai
sedangkan teman-teman seangkatan sudah banyak yang bekerja, ada juga yang sudah
menikah. Dan setelah lulus malah bingung karena pengalaman yang minim membuat
kami fresh graduate susah mencari
pekerjaan.
Mengeluh
bukanlah solusi, terus berusaha dengan melakukan yang terbaik adalah jalan yang
harus ditempuh. Semoga kami para sarjana baru (mau) di wisuda terus bisa
survive di tengah tuntutan segera menikah, eh maksudnya di tengah tuntutan
untuk segera mendapatkan penghasilan sendiri, sehingga bisa buat modal untuk
menikah. Hahahaha ujung-ujungnya nikah juga J
Salam