Suasana Ramadhan di Tempat Kerja
Hari ini
adalah hari kedua bagi kita semua menjalani ibadah puasa. Suasana ramadhan juga
merambah di tempat saya mencari rejeki. Berbeda dengan hari pertama puasa, kali
ini karyawan-karyawan nampak sudah bisa menyesuaikan diri dengan kondisi badannya,
sehingga pada hari kedua ini tidak ada karyawan yang mengeluhkan kondisi
badannya saat bekerja karena sedang berpuasa. Saya menengok sejenak fasilitas
klinik yang berada di tempat kerja saya, tak ada seorang pun yang sedang
memulihkan kondisi badannya, berbeda saat pertama kali puasa, ada beberapa karyawan
yang mengeluh pusing dan merasa tidak kuat lagi. Dari pihak klinik menyuruh
untuk beristirahat sejenak selagi menunggu kondisi menjadi fit lagi hingga
berbuka. Ada juga karyawan yang tertidur saat jam kerja, di depan layar
komputernya ia tertidur. Ia mengungkapkan bahwa badannya sangat lemas, karena
tidak sahur, namun bagi saya sanksi harus tetap saya terapkan, bukannya saya
tidak mau memahami orang yang sedang berpuasa, Bukan! Karena bukan hanya
dirinya yang sedang berpuasa, banyak diantara karyawan yang juga berpuasa namun
tetap menjalankan kewajibannya dalam bekerja. Sanksi berupa Warning Letter atau surat peringan satu (SP I) saya
keluarkan. Sekali lagi bukan berarti saya tidak mau memahami orang yang
berpuasa tapi karena saya juga harus menjaga antara karyawan satu dengan
karyawan yang lain, karena meski ia sedang berpuasa dan kondisi badannya sangat
lemas, dari pihak perusahaan sudah menyediakan fasilitas klinik, dan karyawan
harus menggunakan fasilitas tersebut jika kondisi badannya memang sedang tidak
fit.
Dari ramadhan
pertama saya bertugas back-up untuk yang shift ke-2 atau shift siang. Iya, meskipun
saya termasuk pada kategori level staff, sebagai salah satu staff HRD saya
harus memastikan bahwa semua kegiatan yang berada di dalam perusahaan harus
berjalan sebagaimana mestinya, dan pada saat seperti inilah (baca; pada saat
shift 2) saya hanya sebatas monitoring, baik monitoring absensi, overtime,
serta harus sigap dalam menangani ketika ada karyawan yang mengalami kecelakaan
kerja, terutama melengkapi segala administrasi yang diperlukan untuk segera di
bawa ke trauma center di rumah sakit
terdekat.
Sebelum mulai
bekerja saya sulit menerima bahwa saya harus mengalami shifting atau bekerja
secara shift. Secara sebagai HRD masak iya masuk shift, ada rasa gengsi saat
itu, namun dalam perjalanannya saya malah menikmatinya, karena saya malah
banyak memiliki waktu longgar, serta di samping itu dengan bergantian shift malah
bisa merefresh kembali otak saya, sehingga tidak mengalami jenuh atau bosan
dalam bekerja. Dan ada juga karyawan yang merasa iri dengan saya dan ingin
bekerja secara shift juga, hahahaa J.
Ada yang
kurang pada ramadhan pertama ketika saya bekerja pada shift 2, yaitu saya
melewatkan sholat teraweh dan witir secara berjamaah, karena kondisi memang
tidak memungkinkan saya untuk mengadakan sholat teraweh dan witir berjamaah di
mushola tempat saya bekerja. Namun demikian saya ikut merasakan suasana ramdhan
di tempat kerja saya ini. Ketika menjelang sholat mushola menjadi penuh sesak,
bahkan harus mengantri untuk sholat secara bergantian, terutama sholat
magrib. Karena jam istirahat yang
mendekati berbuka yaitu pukul 17.30, dan setelah berbuka hampir semua karyawan
menuju mushola untuk sholat magrib secara berjamaah mengingat waktu sholat
magrib yang pendek, keburu sholat isya. Ada juga beberapa karyawan yang berbuka
dengan seadanya, meski hanya sekedar air putih, kemudian menjalankan sholat
magrib terlebih dahulu baru setelah sholat magrib menuju kantin untuk berbuka
puasa dengan karyawan-karyawan yang lainnya, seperti yang saya lakukan kali ini
karena ramdhan pertama saya lebih memilih sholat magrib di office karena mushola sudah terlalu ramai.
Pemandangan tak
biasa ketika ramdhan yang berbeda dengan hari-hari biasanya. Ketika setelah
berbuka. Karena mushola yang sudah penuh sesak dengan karyawan yang ingin
sholat magrib berjamaah hingga ada salah satu karyawan, yaitu seorang lelaki
bernama Pak Santo, beliau adalah supervisor warehouse, beliau berinisiatif
mengambil karpet lama yang berada di mushola kemudian menggelarnya di area
kosong di luar gedung deket produksi untuk sholat magrib berjamaah, sehingga
bisa digunakan untuk sholat berjamaah dan tidak mengantri lagi di mushola yang
dari ukuran memang sangat kecil untuk menampung karyawan kala itu.
Untuk sholat
isya masih bisa dikondisikan, tidak seperti saat sholat magrib, karena karyawan
secara bergantian sholat di mushola, baik secara berjamaah maupun sholat
sendirian. Kemudian bagaimana sholat teraweh dan witir mereka? Saya yakin bahwa
diantara mereka tetap menjalankan sholat teraweh dan witir, hanya saja tidak
dilakukan secara berjamaah. Seperti yang saya lakukan untuk sholat teraweh, saya
tekadang empat rekaat saya kerjakan sehabis sholat isya, kemudian setelah
sampai rumah sebelum saya tidur saya sholat teraweh lagi dan ditutup dengan
sholat witir, atau sebelum sahur sholat teraweh dulu dan di tutup dengan sholat
witir.
Suasana ramdhan
bukan hanya kita rasakan di kampung-kampung, tapi dimana saja. Termasuk di
tempat kerja kita. Mereka tetap menjalankan kewajibannya menjalankan ibadah
puasa, di samping itu juga ia harus menjalankan kewajiban mereka dalam bekerja.
Puasa di bulan ramadhan itu wajib, namun bekerja untuk menafkahi keluarga juga
merupakan kewajiban. Sungguh mereka adalah orang-orang yang tetap menjalankan
kewajiban di tengah kewajiban. Meski mereka diberi keringankan tidak berpuasa
jika pekerjaannya dirasa sangat berat, namun tetap menjalankan kewajibannya
baik berpuasa mapun bekerja.
Semoga
mereka yang tetap berpuasa meski di tengah pekejaan yang menguras energy dan
pikiran, terutama mereka yang bekerja sebagai pelaksana yang lebih menggunakan
fisik mereka. Di tengah beban pekerjaan yang harus dikerjakan serta di tengah
udara panas saat ini, semoga mereka selalu dilapangkan rejekinya dan diberi
solusi atas segala permasalahannya. amin
Selamat
menjalankan ibadah puasa, tetap berpuasa di tengah bekerja