Beberapa hari yang lalu, ketika saya
sedang nggleyeh di depan tv. Saya dikagetkan
oleh berita running text, bahwa ada
pernikahan sejenis yang dibalut dengan acara syukuran yang terjadi di Boyolali.
Sontak saya sedikit tidak yakin. “Mosok
iyo boyolali, enek homo cah” kemudian sehari kemudian saya berselancar di
dunia maya, untuk lebih tabayun lagi
mengenai kebenaran berita tersebut. Ternyata benar adanya. Saya iseng-iseng tanya
dengan salah satu karyawan di tempat saya bekerja, yang kebetulan tetangga desanya.
Dan komen darinya adalah, “bener itu,
pak.” “Jebul nek didandani yo ayu lho Pak”.
Atau dalam bahasa Indonesia artinya, ternyata kalau di make up, cantik juga. Saya mencoba untuk berprasangka baik saja,
meski dari lubuk hati paling dalam, sulit untuk memungkiri bahwa hal itu
adalah semacam deklarasi akan adanya pasangan sejenis yang saling memadu kasih.
Saya mencoba mempercayai klarifikasi yang dilakukan oleh pihak terkait bahwa
acara tersebut adalah acara syukuran atas bisnis warung makan yang mereka rintis
berdua beberapa tahun yang lalu. Dan sudah lah, siapa saya ini yang dengan
semena-mena mau mengomentari hidup orang lain, hehehe J
Berita mengenai perkawinan sejenis,
antara jeruk makan jeruk ini sempat heboh juga di media sosial, tidak sedikit
media online yang memberitakan kasus
tersebut. Mengenai hal ini, saya juga punya pengalaman yang sedikit mengarah
pada eksistensi saya sebagai lelaki. Saya pernah ditanya oleh seseorang, yang
tidak saya sebutkan namanya, karena saat ini masih berteman dengan beliau. Beliau
adalah rekan kerja saya, namun beda departemen,
meski berbeda departemen kami sering sharing
untuk masalah-masalah karyawan yang sulit diatur dan sering menyalahi aturan, Beliau
lebih tua dari saya, dan saya sangat yakin bahwa beliau adalah orang yang baik.
Dan sempat juga ingin mengenalkan teman wanitanya kepada saya. Namun saya
menolaknya dengan halus, karena saya tahu akan kemana arahnya setelah
perkenalan itu. Bener, Perjodohan! Saya menolaknya bukan karena saya sudah
pasangan, bukan! Saya masih jomblo, serius! Eh bukan jomblo ding, tapi single,
hehehe J
Dan tiba lah pada suatu ketika dengan
sedikit ragu ia memberanikan diri untuk bertanya kepada saya. Beliau bertanya
kepada saya “Pak, maaf lho, sampeyan normal kan? Kok belum punya rencana mau
nikah gitu? Setidaknya pacaran gitu, secara kan sudah bekerja juga” Mendengarkan
pertanyaan tersebut saya tidak langsung marah. Saya mencoba tenang, karena saya
yakin bahwa ia bertanya hal tersebut hanya ingin tahu kenapa saya menolak untuk
dikenalkan dengan teman wanitanya. Sekali lagi, karena saya sangat yakin bahwa
beliau adalah orang yang baik. Saya kemudian menjelaskan kepadanya, setidaknya
dia akan puas dengan jawaban saya.
Saya menjawab mengenai sikap saya,
yang untuk saat ini belum mau untuk berhubungan intens dengan lawan jenis, atau
dengan kata lain pacaran. Tentu saya juga punya alasan mengenai hal ini. Ada beberapa
alasan yang saya jelaskan kepada beliau. Saya harap kala itu beliau puas dengan
jawaban saya. Saya menjawab dengan nada santai dan sedikit terbawa kecil “ Iya
normal lah, saya juga doyan nonton
bokep juga mangsane, hahahaha, enggak-enggak maksud saya, saya juga pernah
pacaran, meski pada akhirnya hanya berujung penyesalan, hasisss. Hehehehe”
Namun ada beberapa point yang saya coba jelaskan pada beliau.
Pertama, mengapa saya tidak pacaran?
Satu, karena saya belum siap nikah, hehehehe terserah jika ada beberapa orang
yang bilang saya penakut, karena emang begini adanya. Saya masih (merasa) muda,
masih pengen seneng-seneng dengan apa yang saya punya. Karena target saya
adalah selama kurang lebih dua tahun ini, saya akan menikmati hasil kerja saya
terlebih dahulu. Kecuali Tuhan memberi hidayah serta jodoh kepada saya, hingga
saya dapat menjalankan apa yang disunahkan Rosul, yaitu menikah.
Kedua, saya mencoba untuk tidak
pacaran bukan berarti saya tidak suka perempuan. Karena sebagai manusia saya
juga punya rasa tertarik dengan lawan jenis. Namun saya mencoba untuk
mengendalikan diri saya, dan saya percaya akan ada saatnya saya akan
mengungkapkan apa yang saya rasakan kepada perempuan yang kepadanya saya
merasakan yang namanya cinta untuk segera menemui kedua orangtuannya dan
meminangnya. Bukankah dalam islam sudah memberikan solusi kepada mereka yang
sudah balig dan secara ekonomi sudah siap menikah, namun secara mental belum
siap dengan berpuasa? Ingat ya, dengan berpuasa, bukan dengan sabun.
Ketiga, saya masih punya tanggungan,
yaitu kreditan motor yang belum lunas. Meski dari pihak leasing sudah memberi kebebasan kepada saya mengenai kelonggaran
pembayaran tanpa tanggal jatuh tempo, dan dalam kondisi tertentu saya berhak
untuk tidak membayar sesuai kesepakatan, bukan kesepakatan hitam diatas putih
tapi atas dasar saling percaya, dengan alasan yang bisa dibenarkan. Ya iyalah leasing-nya orangtua sendiri, hahahahaha
harus saya akui bahwa ketika saya mempunyai rencana mandiri untuk ambil kredit
motor tanpa permisi saya menjual salah satu motor saya, kemudian mengajukan
kredit. Namun apa daya, ketika orangtua malah langsung meng-take over sebelum pengajuan kredit di
acc oleh pihak leasing dari adira. Iya
orangtua saya malah membayarnya secara cash. Mungkin orangtua saya masih
kasihan dan belum percaya bawah anak bungsunya sudah (hampir) dewasa. Dan
sesuai komitmen bahwa setiap bulan saya tetap men-transfer sejumlah uang sebagai angsuran untuk motor yang malah di
bayar cash tersebut. Sebagai laki-laki saya harus menjalankan komitmen saya
tersebut. Yang namanya utang kepada siapa pun termasuk orangtua sendiri harus
dibayar. Ohiya saya masih punya utang dengan teman saya waktu membeli domain
lobimesen.com sorry ya bro, hehehe J
Keempat sampai detik ini, sepertinya
orangtua saya masih belum percaya bahwa anaknya sudah beranjak dewasa. Baginya saya
seperti anak yang masih kuliah, jadi tidak heran ketika saya libur dan pulang
ke rumah, masih ditanya uang jajannya masih kan? Saya sudah kerja Buk, *sambil
makan beling sepertinya orangtua saya belum percaya, atau belum mau anak
kesayangannya di ambil wanita lain, meski itu adalah calon menantunya sendiri,
jiahhh. Orangtua sendiri aja belum percaya apalagi calon mertua coba? hehehe
Kelima, dan ini sebagai yang
terakhir. Sebenarnya dalam hati saya sudah mempuyai nama yang selalu kusebut
dalam doaku, dan hingga saat ini saya masih membiarkan rasa ini terus
bergejolak. Saya ragu meski juga terkesan malu. Namun ini adalah cara saya
mencintai seseorang, ketika saya sudah merasa siap saya akan segera mendatangi
orangtuanya saja, dalam penantian ini saya hanya bisa terus memperbaiki diri. Dan
jika suatu hari saya tidak diketemukan dengan dia, atau dengan kata lain dia
bukan jodoh saya, mungkin Tuhan punya rencana lain, saya nderek Gusti Allah saja.
Begitulah kira-kira point-point yang
saya jelaskan kepada beliau, saya kira saat itu beliau puas dengan jawaban
saya. Dan pertemuan saya kala itu saya tutup dengan, memohon doa agar saya
tetap melakukan apa yang menurut saya baik, dan semoga juga bukan hanya baik
bagi saya, tapi orang-orang disekitar saya. Dan inget ya, saya normal kok!
hahahaha