CINTA TAK PERNAH TEPAT WAKTU. Aku jadi teringat ketika akan membeli buku itu, karena
ketika sedang mencari buku tersebut di togamas Solo, buku tersebut hanya
tinggal satu, dan sempat mutung
ketika aku cari namun tidak ketemu. Dan atas bantuan salah satu pegawai di
sana, akhirnya buku yang tinggal satu itu ketemu juga, dan saya pun langsung
membelinya.
Awalnya aku mengira novel itu adalah
novel debutan dari sang penulis, yaitu Puthut EA. Namun ternyata novel ini
semacam lanjutan dari novel terdahulu, yang berjudul “Berani Beli Cinta dalam
Karung?” dan di akhir novel yang baru saja aku baca (Cinta tak pernah tepat
waktu) juga diceritakan bagaimana novel “Berani Beli Cinta dalam Karung?” tesebut
dapat di selesaikan hanya dalam waktu 3 minggu saja oleh sang penulis, siapa
lagi kalau bukan Puthut EA.
Cinta tak pernah tepat waktu, tentu
novel ini berkisah tentang si “aku” yang dalam perjalanan cintanya belum bisa move on dari mantan pacarnya yang sudah
menikah. Dan karena belum move on itu
pula ia tidak berani berhubungan dengan wanita lain. Dalam novel tersebut juga
diceritakan, bagaimana si Aku dalam novel tersebut bisa menjalin hubungan,
sedang ia belum sembuh dari lukanya karena di tinggalkan. Ibarat pemain sepak
bola, sembuhkan dulu cideranya, baru bermain lagi, karena memaksakan untuk
tetap bermain dalam keadaan cidera hanya akan menambah semakin parah cidera
tersebut.
Cerita menjadi menarik, karena
dibumbui cerita tentang kehidupan aktifis, serta beberapa kisah tentang
aktifis-aktifis lainnya. Dan hal ini justru menurut saya menjadi semakin
menarik, karena mencoba untuk melihat kehidupan lain, di luar kisah cinta itu
sendiri.
Ditambah lagi, dalam cerita tersebut
juga menceritakan kehidupan seorang penulis. Ada istilah-istilah yang baru aku
ketahui dalam kehidupan penulis, ada istilah detectif partikelir, pembunuh bayaran, dewa laut, dan lain-lain.
Juga menceritakan tentang bagaimana seorang penulis bekerja dengan satu satu
misalnya, artinya satu bulan bekerja, satu bulan libur, dan ada pantangan yang
harus dihindari, yaitu seperti bekerja ngedur
tanpa jeda, karena hal ini akan membuat seseorang menjadi serakah.
Dan novel ini di akhiri dengan cerita
yang sedikit dramatis, ketika lukanya sudah sembuh dan siap untuk menjalin
hubungan dengan wanita, ia jatuh cinta kepada seorang pemilik kedai kopi, dan
ketika ia akan menyatakan cintanya namun ia urungkan niat tersebut, karena atas
informasi temannya yang telah melakukan penyelidikan wanita tersebut sudah mempunya
suami dan anak. Dan lebih dramatis lagi ketika ia bertemu dalam sebuah kereta,
dalam hening mereka yang awalnya enggan untuk bertegur sapa kemudian saling
mengobrol dan yang membuat mak deg
adalah ketika ia tahu bahwa dulu ia pernah berbohong bahwa ia sudah punya suami
dan anak, karena wanita tersebut sering merasa terganggu dengan
pertanyaan-pertanyaan tentang siapa dirinya. Dan dicobalah menanyakan dengan
kata “seandainya”. “Seandainya dulu aku
langsung mengutarakan cinta kepadamu, apakah kamu mau menerimaku?” Dan
semakin mak jleb ketika wanita itu menjawab “iya”. Namun si wanita ternyata
baru saja menikah. Dan sepertinya memang begitu, cinta tak pernah tepat waktu.