Sudah minggu kedua ini, aku
memanfaatkan waktu liburku untuk berkunjung ke rumah Mbah dan beberapa kawan
lama. Minggu kemarin aku berkunjung ke kawan lamaku. Sudah lama aku tidak
berkunjung ke rumahnya. Dia adalah kawanku yang dulu waktu aku masih sekolah sering
menginap di rumahku. Dan semenjak aku kuliah dan nge-kos di solo dia sudah
jarang menginap di rumahku lagi.
Kawanku yang ini sudah berkeluarga,
anaknya kini sudah bisa berjalan. Dia adalah seorang pengrajin kayu, atau
tukang. Awalnya dia hanya ikut bantu-bantu pada seorang pengrajin kayu. Meski awalnya
ragu, berdasarkan pengalaman ikut di beberapa pengrajin kayu, kini ia mulai
membuka usaha secara mandiri.
Sekarang ia benar-benar sibuk dengan
banyaknya pesanan. Segala sesuatunya masih ia lakukan sendiri. Mulai dari
membeli kayu gelondongan, kemudian
memotongkan kayu gelondongan
tersebut, karena ia belum mempunyai alat potong, kemudian proses pembuatan
meubel dan kusen, mulai dari proses
awal sampai dengan finishing, dilakukan sendiri.
Ketika aku berkunjung ke tempatnya,
dia nampak sedang istirahat, dan aku diajak ngopi di sebuah warung dan
menikmati gorengan. Banyak hal yang kami bicarakan kala itu, maklum semenjak
aku bekerja, sudah sangat jarang aku berkunjung ke tempat kawan lamaku itu,
bertemu pun sangat jarang, meski bertemu itu pun hanya sekedar say hello.
Selesai mengobrol di warung, kami pun
kembali lagi ke “kantor” kawanku. Dia mulai bekerja dan aku hanya sekedar
melihat apa saja yang ia lakukan ketika sedang bekerja. Dia menjelaskan
kepadaku, bahwa kini ia sedang dikejar deadline.
Dia dituntut untuk menyelesaikan sebuah project.
Project yang sedang ia garap saat itu, adalah membuat segala
hal yang diperlukan dalam sebuah warung makan, setidaknya dia harus
menyelesaikan sebuah gerobak tanpa roda yang berukuran lumayan besar, kemudian
lemari untuk perkakas, serta beberapa meja kecil untuk meja makan lesehan. Dia juga
memberitahuku bahwa semua itu harus segera diselesaikan karena sebentar lagi
warung akan segera buka perdana.
Aku kenal betul dengan kawanku, yang
bisa disebut pengusaha ini. Dia yang dulu, awalnya merantau ke Bengkulu. Dia dulu
tak bisa apa-apa, namun dia belajar sambil bekerja. Dia pernah bercerita
kepadaku, bahwa dulu awalnya hanya sebagai tukang amplas, yaitu bagian
finishing sebelum dilakukan pengecatan, atau di-plitur. Kemudian perlahan tapi
pasti, ia belajar ilmu-ilmu pertukangan, hingga ia bisa membuat furniture serta
kusen-kusen.
Kemudian dia memutuskan untuk pulang
ke tanah kelahiran. Karena belum berani membuka usaha sendiri, alasannya waktu
itu, karena ia belum mempunyai pasar. Dan ia memutuskan untuk ikut orang dulu untuk
belajar lagi, bukan belajar membuat sesuatu namun lebih ke mencari pasar.
Baru setelah menikah ia mulai berani
membuka usaha sendiri, meski awalnya ia sangat ragu. Dan ia mulai menjual apa
yang ia punya untuk membeli kayu-kayu gelondongan
dan memotongkan kayu-kayu tersebut menjadi balok-balok untuk pembuatan sebuah
meubel, kusen atau furniture.
Waktu aku berkunjung, nampak ia sudah
mulai sambat, bahwa sudah mulai kewalahan melayani order-an. Dan aku menyarankan untuk mencari pegawai untuk
membantunya, namun sepertinya ia masih ragu untuk mencari pegawai untuk
membantunya, alasannya ia masih tidak enak
jika ada sesutau dikemudian hari. Dan jika sudah merasa kewalahan ia justru
menolak pesanan, tentu yang ia tolak bukan berarti tanpa alasan, di samping
karena order-an sudah penuh, namun
kebanyakan yang ia tolak adalah pelanggan yang tidak mau membayar DP terlebih
dahulu. Karena jika tidak membayar DP terlebih dahulu, kawanku itu akan
kesulitan jika ingin berbelanja bahan kebutuhan, seperti kayu gelondongan. Jadi untuk menjaga agar
usaha tetap berjalan, dengan modal yang terbatas, ia akan mempriotaskan
pelanggan yang sudah membayar DP.
***
Kalau minggu kemarin aku berkunjung
ke kawan lama yang memiliki usaha meubel,
minggu ini aku berkunjung ke salah satu kawan futsal. Kawanku yang ini, usianya
masih lebih muda daripada aku. Aku berkunjung ke tempatnya, selain ingin mengambil
kaos pesananku, aku juga ingin bersilaturahmi. Selain itu, juga ada kabar bahwa
seminggu yang lalu ia mendapat musibah, bahwa ia mengalami kecelakaan yang
menyebabkan patah tulang pada kakinya. Jadi, aku sekalian ingin menjenguknya.
Aku mengunjungi rumahnya ketika di
sana masih ada beberapa orang yang juga sedang menjenguknya. Aku berkumpul
menjadi satu bersama penjenguk lainnya. Namun tidak lama setelah aku datang,
orang-orang itu justru sudah berpamitan pulang. Mungkin mereka sudah lama di
sana, pikirku saat itu.
Aku mulai mengobrol dengan kawanku
yang mendapatkan musibah itu. Dia bercerita kepadaku, menjelaskan peristiwa
dengan detail tentang musibah yang
menimpanya. Ia mengalami kecelakaan tunggal, kala itu ia sedang menuju Sukoharjo.
Setelah melewati jembatan sebelum daerah Ban mati, ada seseorang yang akan
belok kanan, kawanku kala itu hanya membonceng, kemudian karena kaget, orang
yang mengendarai motor banting ke kiri dan terjatuh. Yang mengendarai motor
tidak mengalami apa-apa, namun justru kawanku yang hanya membonceng justru
malah naas, kakinya ketiban mesin. Dia
bercerita ketika kakinya tertimpa mesin, dia menahan sakit, dan kakinya sudah
bengkak dan sulit digerakan. Kemudian ia mencoba berdiri dan hanya bisa duduk
di pinggir jalan. Beruntung ada malaikat yang menghampirinya. Malaikat yang aku
maksud, tentu bukan malaikat izrail lho ya, namun adalah seorang bapak-bapak
yang katanya sudah berkeluarga, menghampirinya dan menawarkan bantuan. Mengapa aku
menyebutnya malaikat? Silakan lanjutkan membaca tulisanku ini.
Bapak itu menawarkan bantuan kepada
kawanku yang sudah tak mampu berdiri lagi itu. “Kalau dibawa ke rumah sakit
pakai motor bisa nggak, Dek? Kalau tidak
bisa aku akan pulang ambil mobil dulu” kawan berkata apa adanya bahwa ia
kesulitan untuk berdiri, sambil terus menahan rasa sakit.
Kemudian bapak itu membawa ke tukang
urut, kepada tukang urut itu, kawanku menjelaskan rasa sakitnya. Namun tukang
urut itu tidak berani mengurutnya, karena sudah bengkak dan dimungkinkan patah
tulang. Kemudian tukang urut itu menyarankan untuk melakukan rongten terlebih dahulu.
Kemudian kawanku dibawa oleh
bapak-bapak itu ke Kimia farma dekat alun-alun Sukoharjo. Alasan kenapa dibawa
ke Kimia farma, selain apotek disana ada klinik juga yang bisa melakukan rongten, karena jika dibawa ke RSUD,
dimungkinkan akan agat telat dalam pelayanan. Kemudian setelah di rongten, ternyata kaki kawanku
benar-benar patah. Dan lagi-lagi bapak itu langsung membawanya ke sangkal
putung palur.
Waktu perjalanan ke sangkal putung,
bapak itu memberikan info bahwa ia sudah sering mengantar teman atau
tetangganya ke sana, dan patah tulang bisa sembuh disana. Kemudian untuk
pelayanannya sudah tidak diragukan lagi. “Di sangkal putung sana, sudah tidak
diragukan lagi, Mas. ora usah wedi,
coba lihat saja banyak orang jauh yang juga ke sana” Bapak itu coba menenangkan
kawanku yang masih menahan rasa sakit.
Sesampai disana, lagi-lagi bapak itu
menunjukan bahwa pasien di sana banyak berasal dari luar kota, “Liat banyak
plat luar kota AB (Jogja) AE (Jawa timuran) dan plat H (Semarang)”
Ketika masih mengantri kawanku
bercerita, bahwa dirinya sempat bertanya apakah tindakan yang akan dilakukan
nanti akan sangat sakit atau tidak, dan bapak itu menjawab dengan entang “Neng kene kie nggone wong njerit, nek kowe
kroso loro njerit sak kencengmu rapopo, Mas”
Dan kata kawanku, berdasarkan hasil rongten, tidak sampai lima menit, sudah
selesai dilakukan tindakan. Kaki kawanku tidak dioperasi dan hanya dibenarkan
dan digipsum agar tidak geser lagu tulangnya.
Dan kenapa bapak itu aku sebut
sebagai malaikat di awal tadi, karena semua pengobatan dia yang tanggung, dan termasuk
transportasi, ia tidak meminta ganti uang bensin. Mendengar cerita kawanku, aku
langsung terdiam dan nggumun, ternyata
di zaman seperti saat ini ada juga yang berhati baik, Bapak itu bukan
siapa-siapa, bahkan juga tidak terlibat apapun dalam kecelakaan tersebut, namun
ia justru membantu semua pengobatan kawanku. Bahkan sebelum mengantar pulang
kawanku sempat diberikan sarung juga.
Dan kata kawanku sebelum ia
mengakhiri ceritanya, ada pesan yang disampaikan ketika perjalanan pulang,
bahwa Bapak itu keberatan jika hal ini sampaikan diceritakan, dalam
menceritakan kejadian ini pun, aku sempat bertanya, siapa bapak-bapak itu? Kawanku
hanya menjawab “Bapak itu, pokoknya lah”
Mengobrol membuat waktu berjalan
dengan cepat, tidak sadar aku sudah lumayan lama di sana. Aku melihat kawanku
sudah nempak menahan rasa kantuk. Aku pun kemudian berpamit pulang.
Dan ternyata adalah sebuah kesalahan
besar, atas dasar alasan kesibukan aku tidak lagi berkunjung ke tempat kawan
lamaku. Karena dengan berkunjung ke kawan lama, selain untuk memperkuat tali
silaturahmi, juga kita bisa belajar banyak hal. Dua minggu ini, setiap minggu
aku menyempatkan berkunjung ke tempat kawan lamaku. Dan aku belajar banyak hal.
Ke tempat kawanku yang kini sudah bisa mandiri dengan membuka usaha sendiri. Kemudian
pelajaran dari seorang bapak-bapak penolong kawanku.