(3 Agenda dalam 1 Malam)
Jumat kemarin, saya benar-benar
menjadi orang yang (sok) sibuk. Betapa tidak, sepulang kerja, pikiran saya
belum benar-benar bisa plong, mengingat sabtunya saya harus masuk lembur.
Kemudian, sore harinya saya memiliki agenda ke solo, yaitu lebih tepatnya ke
toko buku untuk kado pernikahan kawan seperjuangan saya. Sebenarnya membeli
kado ini sudah saya agendakan jauh-jauh hari. Namun apa daya, jiwa-jiwa
prokrastinasi semasa kuliah masih mendarah daging dalam tubuh ini. Akhirnya
jumat kemarin saya paksakan untuk pergi ke solo, ke toko buku.
Sore itu, setidaknya saya memiliki tiga agenda. Selain ke toko buku, saya juga berencana untuk melihat konser
barasuara di gedung putih kabupaten Boyolali. Kemudian juga memenuhi undangan
perpisahan rekan kerja dari department lain yang memutuskan resign karena
mendapat tawaran pekerjaan yang lebih menjanjikan. Kabarnya acara perpisahan
malam itu sekitar jam 10an malam, dengan acara bakar-bakar, yaitu bakar ayam serta
sosis.
Baru sehabis magrib saya menuju ke
solo, meski sedikit gerimis namun saya nekat menggeber motor saya menuju ke
solo. Jujur saya belum mempunyai rencana kado apa yang akan saya beli untuk
saya berikan kepada kawan seperjuangan saya yang minggu nanti akan menikah.
“Dipikir nanti pas di toko buku aja” begitu sikap saya, karena saya tidak begitu
memusingkan hal itu. Sesampai di toko buku saya baru benar-benar pusing karena
saya tidak tahu, buku bacaan apa yang disukai kawan saya itu. Saya pun harus
beranjak dari toko buku satu ke toko buku yang lain. Awalnya saya ke togamas
Solo, kemudian merasa buku yang saya cari belum ada yang cocok, kemudian saya
pindah ke gramedia. Karena menurut saya, koleksi di gramedia menurut saya lebih lengkap.
Saya berusaha untuk tidak menuruti
selera buku yang saya sukai untuk saya jadikan kado pernikahan kawan saya tersebut. Dan setelah lihat-lihat, saya kemudian teringat, bahwa ada buku dengan tema
rumah tangga. Saya pun membaca sekilas sebelum memastikan untuk menjadikan
buku itu sebagai kado. Dan setelah membaca satu bab judul itu, saya pun
membulatkan tekad untuk membeli buku itu, kemudian sekalian membeli kertas
kado. Tentu meminta bantuan pegawai toko buku itu untuk sekalian membungkus
kado, karena saya tidak memiliki skill dalam membungkus kado.
Selesai membeli kado, saya membuka salah satu percakapan grup wasap yang saya ikuti. Ternyata kawan kuliah
saya sudah berada di Boyolali untuk menonton konser barasuara. Saya pun segera
menyusul mereka, karena menonton konser menjadi salah satu agenda saya malam
itu.
Sesampai di komplek Kabupaten baru
Boyolali, kemudian memarkirkan motor, kemudian segera menuju tempat konser, dan mencari
kawan kuliah saya yang sudah berada di sana semenjak habis isya. Saya menelpon
serta mengirim pesan wasap untuk menanyakan posisinya. Saya pun menyusul kawan
kuliah saya itu, yang kebetulan ia datang bersama kawan-kawannya dari Solo.
Konser yang bertajuk “1000 Semangat
untuk Negeri” yang merupakan peluncuran lagu pertama dari Voice Of Boyolali,
yang dimeriahkan oleh Soloensis dan Barasuara sebagai guest star-nya. Selain itu, acara yang di sponsori oleh produsen
rokok itu juga dimeriahkan dengan festival lampion. Kawan saya dan teman-temannya
sebenarnya ingin mencuri star dengan menerbangkan lampion lebih dulu. Meski sudah
menjadi pusat perhatian bagi orang-orang di sekitar kami, namun lampion kami
gagal terbang.
Sekitar pukul 21.00 Barasuara naik
panggung dan menghibur warga Boyolali. Meski konser gratisan, karena kami bisa
masuk hanya bermodalkan KTP. Namun suasana konser relative lenggang. Hal ini
dikarenakan minat masyarakat Boyolai agak kurang dengan aliran music yang
dibawakan band-band yang tampil malam itu. Akan berbeda ceritanya jika yang
tampil malam itu OM Sera. Pasti begitu membludak oleh orang-orang yang ingin
bernyanyi suket teki bersama Via Vallen.
Barasuara membawakan lagu-lagu
andalannya, kurang lebih sekitar satu jam. Di saat Barasuara menyanyikan lagu
terakhirnya malam itu, saya pamit pulang duluan. Karena, teman saya sudah
menunggu saya, yaitu acara bakar-bakar perpisahan rekan kerja yang memutuskan
untuk resign.
Segera saya mengambil motor di tempat
parkir, yang kebetulan malam itu tak ada satupun petugas parkir. Sedikit aneh
memang, ada acara seperti itu tapi tidak dimanfaatkan dengan baik dengan
membuka jasa parkir. Setelah mengambil motor, saya segera menuju tempat kawan
saya mengadakan bakar-bakar yang lokasinya tidak jauh dari kompleks kabupaten
Boyolali.
Malam itu kami bakar ayam serta
sosis, sambil menunggu semua matang kami juga menunggu kawan kami yang belum pulang
kerja karena masuk shift dua.
Tak menunggu lama setelah semua sudah
matang, kawan kami yang kerja shift dua juga sudah merapat. Kemudian tanpa menunggu
aba-aba kami menikmati bakaran kami dengan begitu lahap. Sehabis makan pun,
mereka semua segera menyulut sebatang rokok untuk memungkasi makan malam itu. Sambil sebal-sebul kami semua bercerita dan berbagi banyak hal. Dan obrolan
kami tak jauh dari segala permasalahan pekerjaan yang kami alami. Bisa dibilang
malam itu, kami sedang meeting dengan
cara kami.
Hawan dingin sudah mulai menusuk kami
semua malam itu. Waktu sudah menunjukan sekitar pukul 00.30 dini hari. Saya
yang paginya masih harus bertugas pun pamit undur diri. Kami semua menyudahi
acara bakar-bakar malam itu, sambil mengucap doa untuk kesuksesan karir kawan
kami khususnya, dan kami semua pada umumnya.
Malam itu bukanlah sebuah perpisahan
bagi kami, karena kami sepakat untuk tetap berkomunikasi, dan tidak luput pula,
ada ageda kita bersama yang coba kita ikrarkan malam itu. “Kita semua masih tetap bekerja bersama, namun hanya saja, salah satu
dari kami bekerja di tempat yang berbeda. Jangan pernah melupakan bahwa kita
pernah bersama. Kalau perlu, kita buat kerajaan kecil kita dalam sebuah
kerajaan yang bernama perusahaan”