Pas 17 Agustus Kemarin, adalah hari
kemerdekaan, dan saya benar-benar merdeka dari rutinitas. Iya, karena dalam
rangka memperingati hari kemerdekaan NKRI, kantor tempat saya bekerja
diliburkan. Meski kantor tempat saya bekerja adalah milik orang asing. Namun
bukan berarti nasionalisme telah ditiadakan. Bahkan, factory manager yang sejatinya adalah orang asing, beliau
mengusulkan agar pada tanggal 16 agustusnya kami semua diberi waktu untuk
mengadakan upacara versi kami. Yaitu menyanyikan lagu Indonesia raya, sambil
membawa bendera merah putih serta mendoakan pahlawan-pahlawan yang gugur dalam
melawan penjajah serta berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini.
Karena libur, tentu saya memanfaatkan
hari itu untuk sowan ke tempat simbah.
Dan saya memutuskan untuk menginap di sana. Dan ketika sore hari, Simbah kakung
saya sepertinya sedang ingin minum wedang jahe, dan saya pun berencana untuk
membelikannya sambil cari angin di luar. Saya pergi dengan membawa motor matic
saya, dan hanya dengan kaos serta celana pendek, padahal udara saat itu sudah
mulai dingin.
Sampai di warung, ternyata warung
sangat ramai, sambil menunggu wedang jahe pesanan saya, saya memesan es teh sambil
memakan beberapa gorengan. Saat itu badan saya tidak merasakan apa-apa. Setelah
pesanan saya sudah selesai dibuat, saya pun segera pulang. Di jalan udara
dingin sudah mulai menusuk, dan tidak tahu kenapa sesampai di rumah justru saya
langsung merasa tidak enak badan. Tubuh saya sedikit demam, serta saya
merasakan seluruh persendian saya sakit semua.
Mbah saya langsung tanggap dan
menawari saya untuk dikeroki, “Tak
keroki, ben ndang mari, masuk angin kui”. Jujur sejak saya kuliah dan hidup
menjadi anak kos, saya sedikit demi sedikit sudah meninggalkan kebiasaan
kerokan. Dan hingga saat ini pun saya sudah lama sekali tidak kerokan. Bagi saya
kerokan adalan kebiasaan, jadi untuk menghilangkan kebiasaan kerokan, saya
tidak melakukan itu di kala saya merasakan tidak enak badan. Ketika sudah
merasa tidak enak badan atau dalam bahasa saya nggreges-nggreges, saya hanya minum tolak angin kemudian istirahat.
Kalau tidak begitu, biasanya saya langsung menuju ke soto segeer mbok giyem
untuk memesan seporsi soto daging sapi dan jeruk panas. Karena bagi saya, “soto
segeer adalah kunci”
Malam itu dengan lincah tangan Mbah
mengoleskan minyak angin ke tubuh saya diikuti dengan gesekan uang lima ratusan
hingga saya sedikit menahan rasa sakit karena merasa sakit ketika dikerokin. Tak
sampai 15 menit simbah saya selesai mengeroki tubuh saya hingga seluruh tubuh
saya beraroma minyak kayu putih.
Meski sudah dikeroki, namun bukan
berarti demam tubuh saya dan rasa tidak enak badan saya segera hilang dari
tubuh ini. Hingga malam hari demam saya justru semakin menjadi-jadi. Saya tidak
bisa tidur nyenyak, dan kata Mbah selama saya tidur, saya malah sering
mengigau. Bahkan saya merasakan beberapa kali Mbah saya memegangi kening saya
untuk memastikan demam saya sudah turun atau belum.
Baru menjelang subuh saya terbangun
dan merasakan demam saya sudah mulai turun. Namun, karena tak terbiasa kerokan
atau bagaimana, tubuh saya merasa njarem
semua. Rasanya seperti habis digebuki
orang satu kampung. Saya terbangun dengan tergopoh-gopoh menuju kamar mandi.
Mbah melihat saya seperti sedang merasakan kesakitan, segera menyarankan agar
saya istirahat saja, atau dengan kata lain mbolos kerja. Namun, saya segera
ingat, bahwa hari itu saya sudah ada janji untuk ke kantor BPJS
Ketenagakerjaan. iya, BPJS Ketenagakerjaan, salah satu perusahaan penjaminan
sosial milik BUMN, dimana saya sudah dua kali gagal dalam seleski rekruitmen di
sana. *malah curhat
Awalnya saya malas untuk sarapan,
namun saya memaksakan diri untuk sarapan pagi ditemani teh panas. Pagi itu saya
sudah kehilangan selera untuk ngopi di pagi hari. Namun saya tetap semangat,
karena saya memiliki tanggung jawab.