Barusan saya menerima pesan wasap dari
seseorang-yang-peduli-dengan-masa-depan saya. Kira-kira pesan wasap itu
bertuliskan "Le, ini harus dicoba ya, aku akan terus mendoakan untuk
kebaikanmu" diikuti dengan sebuah gambar yang berisi pemberitahuan tentang
dibukanya pendaftaran CPNS di Badan Pemeriksa Keuangan, atau BPK. Dan ada salah
satu lowongan yang sesuai dengan latarbelakang pendidikan saya, yaitu:
psikologi.
Sebenarnya informasi CPNS itu sudah saya ketahui
jauh-jauh hari di salah satu grup wasap yang saya ikuti. Dan ketika
seseorang-yang-peduli-dengan-masa-depan-saya itu mengabari hal itu. Saya
langsung sedikit tratapan, karena saya sudah memutuskan untuk tidak mengikuti
seleksi itu. Ada salah satu berkas yang tidak saya miliki, yaitu: akta kelahiran.
Yang ada dalam pikiran saya, "Saya tidak mau
membuat kecewa orang yang begitu peduli dengan masa depan saya". Namun
dengan berat hati saya membalas pesan wasapnya, bahwa saya tidak bisa mengikuti
seleksi CPNS BPK karena saya tidak memiliki akta kelahiran. Ini adalah
penolakan kali kedua ketika saya disarankan untuk mengikuti seleksi di sebuah
instansi pemerintahan.
Saya yakin, ada raut kecewa ketika saya
memutuskan untuk tidak ikut seleksi karena alasan yang bisa dibilang sangat
sepele itu; tidak memiliki akta kelahiran.
"Yaudah, le. Kalo ada waktu longgar mending
bikin akte saja, siapa tau sewaktu-waktu dibutuhkan" Jawaban pesan wasap
darinya meski tak ada emoticon apapun, saya merasakan ada sedikit kekecewaan
dalam pesan wasap tersebut.
Bisa dibilang, setelah lahir saya tidak segera
dibuatkan akta kelahiran. Entah karena ketidaktahuan kedua orangtua saya. Atau
karena keterbatasan keluarga saya kala itu, hingga enggan untuk menguruskan
akta kelahiran, baik untuk saya maupun kakak saya.
Saya hanya memiliki surat kelahiran. Dan dengan
surat kelahiran itulah saya bisa mendaftar TK, kemudian SD, hingga lulus
perguruan tinggi. Beruntung dulu persyaratan administrasi untuk mendaftar
sekolah tidak seketat sekarang yang mengharuskan memiliki akta kelahiran
sebagai syarat mendaftar TK maupun SD.
Dan surat kelahiran yang saya punya itu pun, kini
sudah tidak ada. Karena dulu saya pernah mengalami masalah administrasi. Nama
saya dan kakak saya tidak tercatat baik di KK Sukoharjo maupun Klaten. Padahal
waktu itu saya sedang ingin membuat KTP, agar bisa segera memiliki SIM.
Akhirnya atas bantuan Pak Dhe, saya bisa dimasukan KK di Klaten yaitu dengan
menggunakan surat kelahiran saya itu sebagai bukti. Saya pun memiliki KTP untuk
membuat SIM.
Saat sedang ramai-ramainya e-KTP. Saya kemudian
membuat KK baru di Sukoharjo, sekaligus foto e-KTP di sana. Dan saya pun
memiliki dua KTP, yaitu e-KTP Sukoharjo dan KTP lama di Klaten. Saya pun
memilih untuk menggunakan e-KTP Sukoharjo, karena saya sudah menetap di sana.
***
Tidak bisa mengikuti seleksi karena berkas yang
kurang, yaitu akta kelahiran. Tentu tidak serta merta membuat saya menyalahkan
keadaan. Terlebih menyalahkan kedua orangtua saya, karena tidak segera mengurus
akta kelahiran saat saya baru saja dilahirkan. Saya tidak akan seperti itu.
Bagi saya, segala hal yang menimpa saya, pasti ada hikmahnya.
Sebenarnya dulu sempat terpikirkan untuk membuat
akta kelahiran. Namun, karena harus melalui proses persidangan perdata, saya
enggan untuk mengurusnya. Lagian, selama ini saya belum pernah bermasalah hanya
karena ketiadaan akta kelahiran.
Dan karena kejadian ini pula, saya mulai iseng
untuk browsing, apakah akta kelahiran dibutuhkan untuk mendaftarkan pernikahan.
Dan ternyata, salah satu syarat menikah harus mengumpulkan akta kelahiran.
Kamu, mau sabar sebentar nunggu aku sidang
buat ngurus akta kelahiran to dek?