![]() |
Sumber Gambar |
Jika patah hati mampu menempa orang menjadi pribadi yang lebih dewasa, jatuh cinta justru sebaliknya, ia tumbuh dalam jiwa-jiwa yang kekanak-kanakan.
Aku hampir saja lupa bagaimana caranya memulai sebuah tulisan. Beberapa
teman dekat bahkan sampai bertanya kepadaku, mengapa akhir-akhir ini aku tak
pernah lagi menulis. Aku sendiri juga bingung dengan diriku. Kenapa aku seperti
tak lagi memiliki sisa energi untuk sekedar membuka laptop, kemudian mulai
menulis apapun yang sedang ingin aku tulis.
Laptop mungil yang kubeli dari jerih payahku di sela-sela aku
mengerjakan skripsi itu, justru seperti sedang marah kepadaku. Mungkin karena
terlalu lama tak kujamah. Karena ada garis-garis kecil di layar laptop mungil itu. Beruntung aku menyimpan password akun
gmail dan blogger di aplikasi google chrome. Jadi, aku tak perlu khawatir jika
aku lupa password masuk akun gmail ataupun blogger.
Tiga blog yang aku kelola, yaitu blog pribadi ini, blogriki.com, blog bersama dengan
teman-teman di psikologi, yaitu lobimesen.com,
serta blog yang sedang aku rintis namun kini justru aku cuti panjang untuk
mengunggah tulisan baru, yaitu hrfile.net.
Beberapa hari ini, ada yang aneh dengan kehidupan yang aku
jalani. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Mungkin aku sudah terlalu lama
meninggalkan segala kebiasaan baik yang pernah aku jalani selama bulan ramadhan
kemarin. Seperti selalu mandi pagi, meski malam harinya mata ini baru bisa
terpenjam ketika waktu menunjukan pukul satu dini hari. Kemudian baru sebentar
tidur, aku harus bangun untuk makan sahur.
Kebiasaan baik, sepertinya memang harus dipertahankan. Bagaimana
pun caranya. Karena jika kita meninggalkan sebentar saja, aku tidak yakin
dengan mudah kita akan bisa memulai kebiasaan baik itu. Seperti halnya dengan
mengerjakan skripsi, ketika semangat sudah mulai kendor, jangankan pergi ke
perpustakaan untuk mencari bahan referensi, membuka folder skripsi saja, butuh
niat dan kemauan yang kuat.
Aku seperti sedang mengambil cuti panjang, dengan cara
mengasingkan laptop mungilku. Kemudian berusaha memulai sesuatu yang sebelumnya
tidak pernah aku pikirkan. Jujur, aku seperti sedang mengingkari sesuatu yang
sudah menjadi prinsip.
Luka hati ini sebenarnya sudah lama sembuh. Karena aku bukan
saja telah mampu melupakan segala luka itu, tapi aku sudah mampu memaafkan
segala hal yang kini menjadi kenangan. Dan aku juga sudah bahagia dengan diriku
yang sekarang.
Hingga sebuah pertanyaan dari seorang teman tiba-tiba ia
lontarkan kepadaku. “Kapan kamu akan
mulai membuka hati untuk orang lain?”
Dan kala itu, sambil melempar senyum aku berkata, mungkin dalam
waktu dekat, mungkin akan ada sosok yang mampu menarik perhatianku. Padahal
waktu itu aku masih terus berikhtiar untuk mendapatkan pekerjaan lain.
Kebetulan aku mendapatkan tawaran dari seorang teman lamaku. Aku menyanggupi,
dan sepertinya ia tertarik untuk mempekerjakanku. Namun nasib berkata lain. Ada
kandidat lain yang lebih baik dariku. Dan aku urung untuk pindah ke luar kota.
Aku selalu berprasangka baik, apa yang terjadi pada hidupku itu,
adalah sesutau yang harus aku jalani. Tentu aku harus berusaha ikhlas dalam
menjalaninya. Dan benar, ketika aku tetap bertahan di tempat pekerjaanku yang
sekarang. Justru ada seseorang yang mampu menarik perhatianku.
Awalnya aku menganggap pertemuan dengannya adalah sesuatu yang
biasa, dan semuanya hanya terjadi begitu saja, dan tidak akan terjadi apa-apa.
Seperti halnya pertemuan sekilas dan tidak pernah akan berulang.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, pertemuan itu terjadi
berulang-ulang. Dan aku mulai menjalin komunikasi dengannya. Dalam hati, aku
selalu mengharapkan pertemuan demi pertemuan.
Di jaman media social seperti saat ini, ternyata masih ada juga
orang yang tidak tergantung dengan koneksi internet. Dan aku sudah putus asa
untuk mengenalnya lewat media sosial miliknya. Karena aku tidak menemukan baik
kaun fesbuk maupun instagram miliknya.
Aku justru semakin penasaran dengannya, pesan wasap dariku tak
pernah tersampaikan. Awalnya aku mengira bahwa ia sedang tidak mempunyai data
internet. Namun, ketika aku mulai mengenalnya, aku baru menyadari bahwa ia
bukan orang yang tergantung dengan media social.
Ada kalanya ia lebih memilih mematikan data internet hingga ia
tidak bisa dihubungi baik via wasap maupun bbm. Dan ketika aku bertanya
kepadanya, ia menjawab seperti orang cuek, “Jika
penting pasti mereka juga akan sms kan?”
Dia sendiri baru benar-benar bermain fesbuk dan instagram ketika
ia baru saja berganti smartphone, itu
pun aku yang membuatkannya. Dan ia juga bukanlah orang yang ingin eksis di
dunia maya. Semenjak aku membuatkan akun fesbuk dan instagram, ia tidak pernah
memposting apapun, kecuali menggangti gambar profilnya. Itu pun hanya sekali.
Hampir sama denganku, ia sangat menikmati perannya sebagai silent
reader.
Dan kini, aku tidak tahu, apakah ini yang dinamakan dengan cinta
atau apalah itu namanya. Entah lah, yang jelas aku selalu bahagia ketika di
sampingnya. Dan benar kata teman saya, jika patah hati mampu menempa orang
menjadi pribadi yang lebih dewasa, jatuh cinta justru sebaliknya, ia tumbuh
dalam jiwa-jiwa yang kekanak-kanakan.